SUARAMEDIAINDONESIA.COM | KAMIS, 17 FEBRUARI 2022.
ARTIKEL
BANDUNG BARAT, JABAR | Saat ini, peredaran dan penyalahgunaan narkoba ternyata sudah sangat mengkhawatirkan banyak pihak. Peredarannya sudah masuk pada berbagai sendi kehidupan masyarakat dengan tidak mengenal usia dan strata sosial. Hampir setiap waktu muncul berita tentang penangkapan terhadap pengguna atau pengedar narkoba. Kenyataan ini merupakan fenomena yang cukup mencengangkan dan membuat berbagai pihak terperangah.
Melihat keberadaan bangsa, bangsa Indonesia adalah bangsa besar dan kaya akan berbagai potensi. Bangsa ini memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah sehingga bisa dijadikan modal dalam pembangunan. Bangsa ini pun diberi anugerah penduduk yang cukup banyak, sehingga bila ditreatment dengan optimal, jumlah penduduk yang cukup banyak ini bisa menjadi modal pembangunan yang akan mengangkat bangsa dan negara ini pada harkat dan derajat yang lebih tinggi di tengah percaturan dunia.
Terlepas dari kepemilikan sumber daya alam yang masih berlimpah-ruah dan di antaranya belum tergali, kesadaran terhadap perubahan paradigma pembangunan sudah mulai digulirkan oleh para penentu kebijakan. Bila pada berpuluh tahun ke belakang, pemerintah menyandarkan diri terhadap kepemilikan sumber daya alam sebagai modal pembangunan, beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan yang sangat drastis.
Kebijakan yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan adalah penataan dan penguatan sumber daya manusia sehingga menjadi sosok berpendidikan dan berbudaya. Sosok ini menjadi kekayaan peradaban yang diyakini akan menjadi modal dasar dan potensial dalam mendorong bertumbuh dan berkembangnya pembangunan bangsa dan negara.
Selama abad ke-20 para pemangku kepentingan berkeyakinan bahwa kekayaan alam–pembangunan ekonomi berbasis sumber daya, sumber daya alam sebagai modal pembangunan, sumber daya manusia sebagai beban pembangunan, serta penduduk sebagai pasar/pengguna– dapat menjadi dasar kemajuan bangsa dan negara. Ternyata, pemahaman tersebut mengalami pergeseran karena pada abad ke-21 diyakini bahwa kebesaran bangsa akan ditentukan oleh kebijakan pembangunan kesejahteraan berbasis kekayaan peradaban–peradaban sebagai modal pembangunan. Sumber daya manusia beradab sebagai modal pembangunan, serta penduduk sebagai pelaku/produsen.
Perubahan keyakinan tersebut dibarengi oleh fenomena perkembangan demografis bangsa Indonesia saat ini yang menjadi bonus demografi. Sejak tahun 2010 sampai diperkirakan tahun 2045, bangsa ini akan didominasi oleh working age, usia kerja/usia produktif yang berpotensi untuk menjadi energi besar guna mendorong kemajuan bangsa agar dapat sejajar dengan negara lain yang selama ini telah menjadi penguasa kehidupan dunia.
Bonus demografi ini bisa jadi melahirkan kegerahan pada beberapa pihak, karena saat ini telah terjadi pergeseran pemahaman bahwa modal dasar keberhasilan pembangunan bangsa adalah kekayaan peradaban. Dengan demikian, bila bangsa ini memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, sudah bisa dipastikan bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa besar yang dapat menguasai berbagai sendi kehidupan dunia.
Bonus demografi dengan dominasi working age merupakan sebuah fakta yang tidak dapat disangkal dan dihalang-halangi lagi. Namun, pemosisian working age menjadi sosok berkualitas dan potensial dalam turut serta membangun bangsa, merupakan merupakan langkah yang dimungkinkan dapat dirintangi dengan berbagai cara dan strategi. Upaya perintangan merupakan strategi yang dapat melumpuhkan bibit-bibit sumber daya manusia menjadi sosok berkualitas dan potensial.
Narkoba sebagai Perintang :
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba, selama ini dipandang sebagai bagian dari usaha perorangan dan kelompok dengan latar belakang motif ekonomi. Namun, beberapa pemerhati pernah mengemukakan, bahwa bangsa Indonesia tengah berada di bawah bayang-bayang ancaman proxy war, sehingga untuk melawannya, seluruh pemangku kepentingan harus bersatu-padu dan bersinergi guna menegakkan eksistensi bangsa ini.
Upaya pihak tertentu untuk melakukan proxy war dimungkinkan karena bila tidak dihalang-halangi, bangsa ini akan bertransformasi menjadi bangsa besar yang dapat menjadi penguasa dunia.
Proxy war dimaknai sebagai perang yang diciptakan ketika lawan atau musuh menggunakan dan memanfaatkan pihak ketiga sebagai mesin perangnya. Aktor pihak ketiga yang digunakan untuk memerangi ini bisa dalam bentuk lembaga non-negara, organisasi, tentara bayaran, atau kekuatan lainnya yang dipandang dapat menyerang lawan tanpa menyebabkan perang dalam skala penuh.
Dalam proxy war ini lembaga atau negara yang memerangi cukup sulit dideteksi. Proxy war dilakukan dengan maksud untuk menguasai sumber daya negara atau bangsa yang diperanginya. Dengan istilah sederhana, proxy war ini bisa disamakan dengan istilah memukul dengan meminjam tangan orang lain.
Berkenaan dengan fenomena peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat yang begitu masiv, sistematis, dan terstruktur. Dihubungkan pula dengan perkiraan dominasi working age sebagai bonus demografi bagi bangsa Indonesia.
Dimungkinkan bahwa fenomena penyebaran narkoba di kalangan masyarakat—terutama di kalangan generasi muda yang masuk menjadi bagian bonus demografi—merupakan bentuk proxy war yang dilakukan oleh negara atau lembaga tertentu.
Kedasaran bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba menjadi bagian dari proxy war harus terus aktualisasikan agar berbagai elemen bangsa ini memberi perhatian serius terhadap fenomena yang terjadi. Bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba bukan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa.
Bersama pemerintah, seluruh elemen bangsa harus bahu-membahu sehingga target yang dipancangkan pelaku proxy war dapat meleset.
Barangkali, kita perlu pula melihat sejarah yang pernah dialami Tiongkok semasa perang melawan Inggris pada abad ke-18. Perang antarkeduanya terkenal dengan istilah perang candu. Perang candu tidak bisa dilepaskan dari kuatnya motif penguasaan ekonomi oleh negara-negara Eropa, dalam hal ini Inggris, Amerika, dan Perancis terhadap Tiongkok. Perang Candu merupakan strategi yang diterapkan negara-negara Eropa untuk melemahkan sendi-sendi kekuatan bangsa Tiongkok.
Kekalahan Tiongkok atas Inggris merupakan keberhasilan strategi proxy war yang dijalankan Inggris. Tiongkok harus bertekuk lutut pada Inggris karena banyak prajuritnya yang menjadi pecandu opium. Mereka mengonsumsi opium yang dipasok secara besar-besaran ke Tiongkok oleh pihak ketiga yang menjadi aktor pelaksananya. Padahal, selama beberapa tahun belakangan, Tiongkok dengan kekuatan tentaranya yang militant, sulit ditaklukan oleh Inggris. Ujung dari kekalahan tersebut, Tiongkok harus menandatangani Perjanjian Nanking yang salah satu isinya adalah penguasaan Inggris atas Hongkong selama 100 tahun.
Berkaca pada sejarah Perang Candu yang mengakibatkan kekalahan Tiongkok tersebut, tentunya kita berharap agar kejadian yang dialami Tiongkok tidak teralami oleh bangsa Indonesia. Kecanduan penduduk potensial yang tengah dalam posisi working age harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba harus terus ditekan, sehingga target pelemahan elemen kehidupan bangsa melalui pembunuhan karakter generasi masa depannya dapat disingkirkan.
Untuk melakukan perlawanan akan proxy war dari pihak-pihak tertentu, seluruh pemangku kepentingan bangsa ini harus bersinergi, sehingga dapat memanfaatkan kepemilikan potensi sumber daya manusia dengan sebaik-baiknya. Dengan kepemilikan sumber daya manusia potensial yang dapat diandalkan dalam mendorong bertumbuh dan berkembangnya bangsa, dimungkinkan bangsa ini dapat mensejajarkan diri dengan bangsa lain dalam percaturan kehidupan dunia.
Simpulan :
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba sudah begitu mengkhawatirkan banyak pihak. Peredaran dan penyalagunaannya sudah masuk pada berbagai sendi kehidupan masyarakat dengan tidak mengenal usia dan strata sosial. Hampir setiap waktu muncul berita tentang penangkapan terhadap pengguna atau pengedar narkoba. Hal itu menjadi indikator adanya peningkatan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba. Kenyataan tersebut harus disadari oleh para pemangku kepentingan, sehingga angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dapat ditekan sampai titik terendah.
Bonus demografi dengan dominasi working age merupakan sebuah fakta yang tidak dapat disangkal lagi. Namun, penerapan kebijakan yang mentransformasi working age menjadi sosok berkualitas dan potensial, merupakan merupakan langkah yang dimungkinkan dapat dihalangi dengan berbagai cara dan strategi. Upaya menghalang-halangi merupakan strategi yang dimungkinkan dapat melumpuhkan sumber daya manusia menjadi sosok berkualitas dan potensial.
Berkaca pada sejarah yang pernah dialami Tiongkok, tentunya kita berharap pengalaman kelam Tiongkok tidak teralami oleh bangsa Indonesia. Kecanduan penduduk potensial/working age akan penyalahgunaan narkoba harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba harus terus ditekan, sehingga target pelemahan sendi-sendi kehidupan bangsa dapat disingkirkan jauh-jauh.****
NARASUMBER PEWARTA : DasARSS IINEWS JABAR. EDITOR RED : LIESNA EGA.