ARTIKEL
SUARAINDONESIA.COM | MINGGU, 20 FEBRUARI 2022.
BANDUNG BARAT, JABAR | Peredaran narkoba di kalangan masyarakat, dipandang sebagai bagian dari usaha perorangan dan kelompok dengan latar belakang motif ekonomi. Raupan keuntungan dari peredaran barang haram ini menjadi target dari para pelakunya. Berbagai strategi dilakukan oleh para pelaku agar upaya peredaran yang dilakukannya dapat berhasil.
Namun, beberapa pemerhati berpandangan lain, bahwa peredaran narkoba yang terjadi di masyarakat dimungkinkan sebagai upaya sistematis, terstruktur, dan masiv dalam rangka meruntuhkan tatanan kehidupan masyarakat.
Demikian juga dengan peredarannya di Indonesia, banyak yang berpandangan bahwa fenomena tersebut merupakan refleksi dari bayang-bayang ancaman proxy war.
Proxy war merupakan perang yang diciptakan ketika lawan atau musuh menggunakan dan memanfaatkan pihak ketiga sebagai mesin perangnya. Mesin perang yang digunakan untuk memerangi ini bisa dalam bentuk lembaga non-negara, organisasi, tentara bayaran, atau kekuatan lainnya yang dipandang dapat menyerang lawan tanpa menyebabkan perang dalam skala penuh.
Strategi Proxy war diterapkan dengan maksud untuk menguasai sumber daya negara atau bangsa yang diperanginya. Dengan istilah sederhana, proxy war ini bisa disamakan dengan istilah memukul dengan meminjam tangan pihak lain.
Terlepas dari apakah motifnya ekonomi ataupun proxy war, untuk melawannya, diperlukan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan guna menurunkan prevalensi peredaran dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Dalam konteks ini, tidak bisa membiarkan lembaga antinarkoba seperti BNN untuk sendirian mengupayakan penurunan prevalensi. Seluruh elemen masyarakat—pemerintah dan non-pemerintah—harus bersinergi bersama BNN sehingga peredaran dan penyalahgunaan narkoba tidak mengalami peningkatan.
Bila dibiarkan begitu saja, peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat akan menjadi penghambat keberlangsungan kehidupan bangsa. Apalagi bila dihubungkan dengan perkiraan dominasi working age sebagai bonus demografi bagi bangsa Indonesia, peredaran dan penyalahgunaan narkoba dapat menjadi momok dalam upaya transformasi working age menjadi sosok potensial sebagai pendorong bertumbuh dan berkembangnya bangsa ini.
Kesadaran tentang perlunya para pemangku kepentingan untuk berperang melawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba harus terus diaktualisasikan agar prevalensi-nya mengalami penurunan. Kesadaran harus dibangun bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba melalui program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) bukan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap keajegan bangsa ini.
Insersi Materi P4GN
Beberapa waktu ke belakang, Presiden, Joko Widodo pernah mengungkapkan bahwa Indonesia tengah berada pada kondisi darurat narkoba. Karena itu, tugas para pemangku kepentingan untuk berupaya dengan optimal guna mencegah peredaran narkoba di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, generasi working age.
Berdasarkan data yang dirilis BNN, pada tahun 2020 terdapat 3,38 juta penduduk usia 15-59 tahun merupakan sosok yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Dalam hitungan tersebut, 2,29 juta merupakan penduduk dalam rentang usia 15-21 tahun. Usia 15-21 tahun merupakan usia sekolah jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Kenyataan tersebut bila tidak disikapi dengan bijak melalui berbagai strategi yang diterapkan bukan tidak mungkin bisa bertambah.
Melihat kenyataan tersebut, menjadi tugas seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam berupaya dengan optimal guna menekan peredaran narkoba di kalangan masyarakat, terutama generasi muda kita. Dalam konteks ini, satuan pendidikan harus terus pula memacu diri sehingga perannya lebih meningkat dalam berkontribusi terhadap upaya penurunan prevalensi penyalahgunaan narkoba.
Angka penyalahgunaan narkoba pada usia sekolah harus menjadi dasar dari penerapan langkah strategis oleh setiap satuan pendidikan.
Satuan pendidikan merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis dan terstruktur diamanatkan untuk mengimplementasikan berbagai program bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi setiap siswa yang menjadi bagian dari ekosistemnya. Implementasi berbagai program tersebut diterapkan dalam upaya menstimulasi seluruh siswa agar mampu mengembangkan dan memberdayakan kepemilikan potensinya secara optimal, sehingga mereka memiliki kesiapan dalam menghadapi fenomena kehidupan masa kini dan masa depannya.
Berbagai program dirancang sedemikian rupa dengan kemasan yang dapat diimplementasikan dalam nuansa kurikuler. Sebagai ujung tombak kebijakan pendidikan, satuan pendidikan harus mampu merespons kemasan program tersebut dalam bentuk implementasi sehingga program yang dirancangnya dapat diterapkan menjadi kebijakan teknis pada satuan pendidikan.
Kurikuler dimaknai sebagai program atau kegiatan yang dilaksanakan setiap satuan pendidikan untuk meningkatkan kompetensi setiap siswanya. Dalam konteks ini, kurikuler terbagi menjadi tiga, yaitu intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang mewarnai dinamika program pada ekosistem satuan pendidikan.
Berkenaan dengan upaya menekan prevalensi penyalahgunaan narkoba, satuan pendidikan dapat menerapkannya pada berbagai program kurikuler. Dalam program intrakurikuler dan kokurikuler, satuan pendidikan dapat menerapkan melalui insersi materi P4GN terhadap mata pelajaran.
Insersi materi diarahkan pada upaya memberi pemahaman terhadap siswa tantang P4GN. Upaya pada kedua program tersebut tentunya harus melibatkan para pendidik sehingga materi P4GN dapat menjadi salah satu substansi materi pada mata pelajaran yang diampu mereka.
Selain itu, pemeranan program ekstrakurikuler dalam upaya melakukan penekanan terhadap prevalensi penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan oleh satuan pendidikan. Satuan pendidikan dapat memerankan kegiatan ekstrakurikuler untuk berkontribusi dalam memberi pemahaman terhadap siswa. Kegiatan ekstrakurikuler dapat diarahkan untuk menjadi agen guna memberi pemahaman komprehensif tentang P4GN.
Dengan strategi demikian, satuan pendidikan dimungkinkan dapat berkontribusi terhadap upaya penekanan akan prevalensi penyalahgunaan narkoba, terutama di kalangan generasi muda yang berada dalam ranah working age.
Simpulan :
Apapun motifnya, ekonomi ataupun proxy war, penurunan prevalensi peredaran dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat menjadi tanggung jawab berbagai pihak. Lembaga antinarkoba seperti BNN tidak bisa dibiarkan berjuang sendirian mengupayakan penurunan prevalensi peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Seluruh elemen masyarakat—pemerintah dan non-pemerintah—harus bersinergi bersama BNN sehingga peredaran dan penyalahgunaan narkoba tidak mengalami peningkatan.
Upaya yang dapat dilakukan satuan pendidikan sebagai bagian dari elemen masyarakat adalah menetapkan kebijakan implementasi materi P4GN dalam program kurikuler. Salah satunya melalui program intrakurikuler dan kokurikuler.
Satuan pendidikan dapat menerapkan melalui insersi materi P4GN terhadap mata pelajaran. Insersi diarahkan pada upaya memberi pemahaman terhadap siswa tantang P4GN. Upaya lainnya adalah memerankan kegiatan ekstrakurikuler dalam dalam berkontribusi mendukung implementasi P4GN.
Melalui langkah strategis yang dilakukan, setiap satuan pendidikan dapat berkontribusi terhadap penekanan prevalensi penyalahgunaan narkoba.****
NARASUMBER PEWARTA : DasARSS IINEWS JABAR. EDITOR RED : LIESNA EGA.