JAKARTA | Dalam rangkaian penegakan hukum, maka kepolisian dianggap sebahagian dari Hulu alur penegakan hukum. Setelah Tahap 1 di Kepolisian dengan penyelidikan dan penyidikan maka berkas Tahap 2 dikirim ke Kejaksaan Negeri setempat.
Berlanjut Tahap 2 di tingkat Kejaksaan Negeri sebetulnya masuk ke tahap ke-3 di persidangan Pengadilan Negeri setempat hingga vonis diketok palu hakim. Saat itulah semua tahap 1, 2dan 3 berakhir dan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) nama eufemisme dari Penjara.
Jadi proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana meliputi 3 tahapan yaitu : 1. tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan 2. tahap penuntutan 3. tahap pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sedangkan terkait peran kepolisian ada pada tahap pertama yaitu tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan diatur dalam pasal 8 s/d pasal 12 KUHAP. Penyelesaian perkara di Kepolisian dimulainya penyidikan. Dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan perbuatan pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP).
Sehingga dapat dikatakan bahwa Lapas adalah Hilir dari segala rangkaian penegakan hukum di negeri ini. Nah, apa yang dikatakan oleh Penasehat Hukum Martin Simanjuntak selaku kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Yosua alias Nofriansyah Yosua Hutabarat akan segera berakhir dengan putusan Majelis Hakim di PN Jakarta Selatan adalah benar semata.
PH dari Sambo tidak perlu pedulikan bergulirnya isu demi isu pun terus berhembus, salah satunya terkait “gerakan bawah tanah” Ferdy Sambo.
“Yang perlu dijaga oleh PH-nya Sambo adalah kemana sang klien akan ditempatkan setelah vonis Majelis Hakim diketok nantinya.”Kata Sekjen Komunitas Cinta Polri (KCP), Rabu (1/2) di Jakarta.
Menjadi tanggung jawab PH dari terdakwa Sambo jangan sampai ia dimasukkan ke Lapas yang ada di Nusabangan.
“Lapas di sana mempunyai tingkatan resiko yang berbeda-beda sesuai tingkat kejahatan dan masa tahanan yang diterima. Mulai dari hukuman mati, hukuman seumur hidup, hukuman 20 tahun penjara, hingga lebih rendah dari itu.” Lanjut Suta.
Dirinya mengaku melihat langsung bagaimana kondisi tahanan dengan resiko _super high risk_ di salah satu Lapas yang ada di sana. Mirip cerita RUMAH KACA dari Tetralogi Pramoedya Ananta Toer.
“Mereka para tahanan ditempatkan di sel tahanan transparan. _One man One cell_. Tanpa bisa interaksi dengan pegawai Lapas sekalipun. Hanya pakaian dan makanan yang dikirim dengan ompreng yang dikirim oleh petugas in charge.” Jelas Sekjen KCP Suta lagi.
Sekjen KCP ini menilai Transparansi terhadap tahanan tidak mungkin ada di Lapas lain di seluruh Indonesia. Itu sebabnya Nusakambangan dianggap sebagai “Al Cataradz – Indonesia” yang ada di Pulau California milik Pemerintah Amerika Serikat.
“Jangan sampai Sambo ditempatkan di sana. Mengingat ia punya jasa-jasa sebagai penegak hukum di negeri ini. Penempatan Sambo di sana pasti akan menimbulkan gejolak atau polemik baru yang tidak berkesudahan,” tutup Suta.
NARASUMBER PEWARTA : SUTA WIDHYA SH, SEKJEN KCP. EDITOR RED : LIESNAEGA.