_Oleh: Latin, S.E._
SUARAMEDIAINDONESIA.COM | JAKARTA – Fasilitas dukungan permodalan oleh negara sudah menjadi hal yang seharusnya diberikan kepada seluruh perusahaan plat merah (BUMN). BUMN membutuhkan suntikan modal dari negara. Sepanjang PMN (Penyertaan Modal Negara) itu bisa memberikan keuntungan bagi negara, memberikan manfaat, dan berdampak positif bagi kepentingan rakyat, maka PMN mesti dilakukan.
Keuntungan bagi negara yang dimaksud bisa bermacam-macam bentuknya, sepanjang dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan sosial, dan penguatan pemulihan ekonomi nasional untuk bangsa dan negara. Terlebih perusahaan yang berdampak langsung dengan kepentingan rakyat, salah satunya adalah PT. Asuransi Jiwasraya (PT. AJS). BUMN ini berdampak langsung terhadap kepentingan konsumen asuransi, melingkupi kepentingan yang luas atas hajat hidup orang banyak (5,3 juta nasabah yang adalah rakyat Indonesia – red). Juga mencakup kepentingan para pensiunan yang dananya dikelola oleh perusahaan asuransi jiwa milik negara PT. AJS.
Amanat penggelontoran dana PMN juga sebagai bentuk investasi langsung dari Pemerintah kepada perusahaan asuransi BUMN yang melayani kepentingan publik, khususnya asuransi jiwa tertua, yakni PT. AJS. Penguatan permodalan pada sektor jasa keuangan industri perasuransian dan penjaminan ini menjadi mutlak diperlukan. Hal itu penting dalam rangka mengembalikan kepercayaan berasuransi di masyarakat.
Salah satunya, melalui PMN Rp. 20 triliun yang seharusnya bisa diberikan secara langsung kepada BUMN sektor perasuransian milik negara PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). PT. AJS merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua milik negara, sudah beroperasi selama 163 tahun. PT. AJS juga mengemban amanat UU-Perasuransian, penugasan dari negara dalam mengelola portofolio asuransi jiwa, serta portofolio pensiunan. Tentunya PT. AJS yang merupakan ‘legenda asuransi Indonesia’ amat membutuhkan dan memerlukan dukungan permodalan dari negara.
PMN akan digunakan oleh PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk menunaikan kewajibannya kepada seluruh konsumen asuransi jiwa, peserta pensiunan, dan mereka yang menjadi nasabah atau peserta asuransi Jiwasraya. Sebagaimana diketahui, BUMN PT. AJS saat ini sedang membutuhkan suntikan modal kerja dan modal operasional. Oleh karena itu, sangat janggal ketika jatah hak mendapatkan suntikan dana PMN sebesar Rp. 20 triliun yang dialokasikan APBN untuk kebutuhan modal kerja PT. AJS ternyata justru diberikan kepada perusahaan non-asuransi, yakni kepada PT. BPUI-IFG.
Penyimpangan dana PMN pada sektor lain semacam ini harus diaudit dan dimintai pertanggungjawabannya secara hukum dan secara politik atas penyalahgunaan dana PMN sebesar Rp. 20 triliun yang tidak sesuai peruntukannya. Mengingat besaran dana PMN itu bukanlah uang kecil, juga dananya bersumber dari uang milik rakyat, maka semestinya DPR-RI mengambil langkah pencegahan terhadap penyalahgunaan anggaran negara berbentuk PMN dimaksud. Faktanya, investasi Pemerintah itu ternyata salah kaprah, tidak pada tujuannya dalam penempatan dana PMN dan berpotensi terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Diketahui sebelumnya bahwa PMN sebesar Rp. 20 triliun dianggap sebagai Investasi Pemerintah ke PT. BPUI-IFG sebagai Holding Asuransi dan Penjaminan. Padahal catatan skandal PT. BPUI-IFG itu sendiri sudah diketahui oleh publik. Sejak lama perusahaan itu bermasalah. Reputasinya buruk. PT. BPUI-IFG adalah perusahaan yang sudah bobrok dan mati suri sejak tahun 2000. Manajemen PT. BPUI-IFG yang lama telah tersangkut masalah skandal kasus korupsi yang sangat besar dalam menjalankan operasional bisnis sebagai Perusahaan Pembiayaan untuk sektor UMKM.
Pada tahun 2002, PT. BPUI-IFG mendapat banyak catatan hitam dari BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) terkait penyalahgunaan fasilitas pembiayaan yang menggunakan modal negara. PT. BPUI-IFG sudah tidak beroperasi sejak menjalankan operasional bisnis penyaluran dana pinjaman untuk sektor UMKM. Artinya, dapat disimpulkan bahwa PT. BPUI-IFG sebagai satu-satunya perusahaan pembiayaan plat merah (BUMN) pada saat itu, telah terbukti merugikan keuangan negara berdasarkan catatan dari BPK-RI.
Sejak Menteri pengusaha memimpin Kementerian BUMN, Erick Thohir, perusahaan yang rekam jejaknya telah merugikan keuangan negara bernama PT. BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) itu dihidupkan kembali. Entah apa dasar kajian oleh Menteri BUMN dalam menghidupkan kembali PT. BPUI yang sudah mati suri dan merugikan keuangan negara tersebut, kita tidak tahu. Bahkan, untuk perusahaan itu dimohonkan dana bailout PMN mencapai triliunan rupiah sebagai Investasi Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk PMN (Penyertaan Modal Negara) sebesar Rp. 22 Triliun dari APBN. Apa urgensinya bagi Pemerintah Republik Indonesia mem-bailout dana Penyertaan Modal Negara kepada PT. BPUI-IFG? Tidak ada yang spesial ataupun kegentingan mendesak untuk melakukan bailout (dana talangan – red) dana negara diberikan kepada PT. BPUI.
Apa yang terjadi kemudian? PT. BPUI ditugaskan secara sistematis untuk mengubur Legenda Asuransi Milik Negara, PT. AJS, berkedok penyelamatan Jiwasraya. Untuk menutupi kebobrokan PT. BPUI dari rekam jejak yang kotor, Kementerian BUMN melakukan upaya rebranding company PT. BPUI, berganti nama menjadi IFG (Indonesian Financial Group).
PT. BPUI-IFG juga diperkuat fungsi dan peranannya dalam memimpin industri perasuransian. PT. BPUI-IFG ditunjuk menjadi Induk Holding Asuransi dan Penjaminan membawahi anggota holding company yang lain. Anggota holding ini adalah perusahaan-perusahaan asuransi BUMN yang sudah lama beroperasi dan memiliki captive market di BUMN.
Sebagai korporasi, PT. BPUI-IFG telah terlibat langsung dalam mengeksekusi mati dan mengubur Legenda Asuransi Milik Negara, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). Oknum pejabat negara itu juga mengambil keuntungan dari proses berjalannya program pembunuhan BUMN PT. AJS mengatasnamakan kebijakan Restrukturisasi. Pada kenyataannya restrukturisasi itu dijadikan kedok saja untuk mengelabui seluruh nasabah pemegang polis Jiwasraya.
Modus penipuan mengatasnamakan restrukturisasi polis asuransi ini telah sukses membobol Uang Polis Nasabah Jiwasraya. Tidak tanggung-tanggung, kerugian nasabah mencapai Rp. 23,8 triliun atau sebesar 40 persen dari total kewajiban utang negara yang harus dibayarkan melalui PT. AJS sebesar Rp 59,7 triliun per 31 Desember 2021.
Modus penipuan yang dilakukan oleh korporasi PT. BPUI-IFG dan anak usahanya IFG Life adalah dengan menawarkan program yang seolah-olah untuk penyelamatan polis kepada nasabah BUMN PT. AJS. Namun sesungguhnya ini adalah bentuk perampokan secara sistematis di siang bolong dengan mengatasnamakan sebagai program dari Pemerintah. Bentuk penipuan itu disampaikan dalam suatu surat proposal penawaran menggunakan kop surat Jiwasraya berlabel ‘BUMN Hadir untuk Negeri’ yang diklaim sepihak oleh Direktur Utama PT. AJS itu sebagai bentuk dari restrukturisasi polis yang pada akhirnya akan dilimpahkan ke perusahaan asuransi baru IFG Life.
Ketua TIM Percepatan Restrukturisasi yang juga Direktur Utama PT. AJS pada saat itu, Hexana Tri Sasongko, menawarkan penyelesaian pembayaran klaim asuransi Jiwasraya secara dicicil dalam kurun waktu 5-15 tahun. Pembayaran klaim itu akan dilakukan melalui mekanisme penerbitan polis baru dari dana nilai tunai polis yang ada sebagai premi awal untuk membuka polis asuransi di Jiwasraya.
Dan pada akhirnya polis-polis baru itu akan diboyong ke perusahaan asuransi swasta, IFG Life, yang secara otomatis akan beralih status sebagai nasabah perusahaan asuransi IFG Life untuk selanjutnya. Tentu saja penyelesaian pembayaran juga dilakukan oleh asuransi swasta IFG Life secara cicilan setiap tahun sekali sesuai kontrak polis yang disetujui oleh nasabah eksisting PT. AJS.
Program restrukturisasi polis asuransi dibuka pada 01 Januari 2021 sampai dengan 31 Mei 2021. Penawaran proposal restrukturisasi polis-pun banyak mendapat reaksi keras berbentuk penolakan dan gugatan hukum di pengadilan oleh kelompok nasabah polis Jiwasraya. Terdapat 38 delapan gugatan hukum di pengadilan atas perkara restrukturisasi polis dan wanprestasi tersebut. 8 (delapan) di antaranya dimenangkan oleh nasabah Jiwasraya dengan putusan pengadilan inkrah.
Akan tetapi pemilik putusan pengadilan inkrah belum dibayarkan hak-haknya oleh Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI. Padahal, sebagaimana dijelaskan di atas, PMN Rp. 20 triliun sudah digelontorkan oleh negara kepada PT. BPUI-IFG dan asuransi IFG Life.
Hari ini kita bertanya, kemana dana PMN Rp. 20 triliun dari APBN yang rencana awalnya akan digunakan oleh PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk menunaikan kewajibannya kepada seluruh nasabah, konsumen asuransi jiwa, peserta pensiunan, dan mereka yang menjadi peserta Asuransi Jiwasraya? Apakah sedang terjadi perampokan perusahaan asuransi, yang menggunakan modal dari APBN, jilid II? Wallahu a’lam, hanya Allah yang lebih mengetahui dari seluruh orang alim!
Narasumber Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi) | Email latinse3@gmail.com_ Pewarta: Ketum PPWI Wilson Lalengke S.Pd.,M.Sc.,MA. Editor Red : Liesnaega.