Suaramediaindonesia.com | Selasa,25 Januari 2022.
Bangka Tengah (Koba) |Diibaratkan seperti permainan tradisional anak negeri Serumpun Sebalai ‘Sembunyik Gong’ antara penambang ilegal dengan aparat penegak hukum (APH) di Bangka Belitung begitulah faktanya penertiban dan penindakan terhadap aktifitas tambang pasir timah ilegal dengan cara menjarah menggunakan Ponton Ti Rajuk yang tidak kunjung tuntas dan tidak memberi efek jerah kepada penambang ilegal, meski jelas nyatanya perbuatan pemilik ponton Ti Rajuk dan cukong penampung pasir timah yang dikenal dengan sebutan ‘kolektor timah’ perbuatan melawan hukum.
Seperti halnya penjarahan sumber daya alam (SDA) berupa pasir timah yang ditambang secara ilegal masih terus berlangsung di wilayah pencadangan negara (WPN) bekas izin usaha pertambangan (IUP) PT Kobatin kawasan kolong Marbuk, Kenari dan Pungguk, Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah.
Wajar saja publik menganggap penertiban tambang timah ilegal oleh APH Babel khusus pihak kepolisian setempat diibaratkan hanya opera ‘pepesan kosong’, bahkan publik menilai hanya sebuah permainan anak-anak ‘Petak Umpet’ saja.
Paling lama 2 hari pasca penertiban yang dilakukan oleh pihak kepolisian setempat, kemudian tidak lama aktifitas penambangan timah ilegal dengan menggunakan ponton Ti rajuk kembali lagi beraktifitas di WPN bekas IUP PT Kobatin tepatnya di rawa hutan Gelam kolong Pungguk.
Meskipun pihak kepolisian sudah mendapatkan informasi beraktifitas penambang timah ilegal dengan ponton ti rajuk itu dikoordinir oleh kelompok ‘Sultan Koba’ cs, tampaknya memang benar APH Babel tak berdaya dan tiba-tiba saja menjadi ‘macan ompong’.
Pasalnya, diketahui publik bukan satu kali penertiban yang dilakukan bahkan penertiban dilakukan sudah berulang kali baik oleh Polsek Koba, Polres Bangka, bahkan sampai ke level Polda Kepulauan Bangka Belitung bersama institusi terkait dalam tim gabungan, nyatanya tidaklah membuat pelaku jerah, baik dari pemilik ponton Ti rajuk, yang mengkoordinir dan cukong timah yang disebut ‘kolektor timah’ yang menampung pasir timah dari hasil penambang ilegal dengan menjarah atau layak kita sebut maling.
Kesaktian kelompok Sultan Koba Cs yang terkesan kebal hukum ini tentunya menjadi perhatian dan sorotan publik terlebih para pegiat Pers Babel ingin mengetahui ada apa kekuatan yang melindungi kelompok Sultan Koba ini.
Sehingga terkesan aparat kepolisian setempat seperti tidak berdaya melakukan penindakan hukum yang tegas terhadap penambang ilegal diwilayah hukumnya.
Tidak berlebihan bila publik menganggap kelompok Sultan Koba cs ‘kebal hukum’.
Akhirnya sedikit terkuak eksis kelompok Sultan Koba terus menjarah dikawasan WPN eks IUP PT Kobatin disinyalir ada kerjasama atau kolaborasi kelompok Sultan Koba dengan oknum anggota kepolisian setempat dengan sistem koordinasi.
Praduga ini sebenarnya sudah lama diketahui warga setempat yang terganggu dengan beraktifitas Ti Rajuk yang menyebabkan salah satu bencana banjir di kota Koba, dan hanya saja warga tidak ada lagi tempat untuk mengadu, terlebih setiap digelar razia atau penertiban tambang ilegal dikawasan kolong Marbuk, Kenari dan Pungguk oleh kepolisian setempat kelompok Sultan Koba selalu lolos atau tidak tertangkap tangan melakukan penambangan ilegal.
Berdasarkan dari informasi dan data yang berhasil dihimpun, penjarahan pasir timah di WPN dengan menambang secara ilegal tepatnya di rawa hutan Gelam kolong Pungguk disinyalir ada peran oknum aparat penegak hukum setempat yang ikut serta menambang dengan menitipkan ponton ti Rajuknya untuk diurus oleh kelompok Sultan Koba, dan selain sudah merasa enaknya menerima duit jatah upeti dari sang koordinator dan pemilik ponton ti Rajuk yang dikenal jatah “dana koordinasi”.
Setidaknya terpantau ada 20 ponton ti rajuk yang saat ini beraktifitas menambang di rawa hutan Gelam kolong Pungguk milik kelompok Sultan Koba cs dan dikoordinir langsung oleh RM orang tuanya Is.
Namun, tidak semuanya 20 unit belasan ponton ti rajuk itu milik Is dan keluarganya. Disinyalir ada beberapa unit ponton ti rajuk milik titipan oknum APH setempat, dan oknum satpol PP Bangka Tengah.
Ironisnya, kegiatan penertiban yang dilakukan oleh Kapolres Bangka Tengah selalu tidak berhasil mengulung atau menangkap tangan kelompok Sultan Koba ini Polisi, diduga oknum ajundannya sendiri yang membocorkan kepada kelompok ini, hal ini diduga oknum tersebut sudah terbebani dengan ikut menerima jatah dana koordinasi.
Selain itu terendus salah satu pejabat utama di lingkungan Polres Bangka Tengah yang baru menjabat mendapatkan fasilitasi rumah tinggal sementara diketahui rumah tersebut milik Is.
Selain itu sempat terdenger ada juga ponton ti rajuk milik oknum anggota Satpol PP Bangka Tengah.
Sedangkan hasil produksi pasir timah ilegal dari ponton ti rajuk milik dan dikoordinir oleh kelompok Sultan Koba cs ditadah atau ditambung oleh BM kolektor timah warga desa Lubuk dengan harga beli perkilo 90 ribu rupiah.
Tak hanya itu saja, AT cukong timah dari Pangkalpinang juga disebut sempat menambang dikawasan kolong Marbuk, Kenari dan Pungguk dengan menurunkan 4 ponton ti Rajuk dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh kelompok ini.
Meskipun AT saat dikonfirmasi membantah bahwa tidak benar ponton ti rajuk miliknya beraktifitas di kawasan kolong tersebut.
“Tidak benar bang, ada ponton ti Rajuk saya yang menambang di kolong Marbuk, info dari mana bang,”kata AT kepada awak media, Rabu (19/01/2022) yang lalu.
Tabir polemik penambangan timah ilegal sedikit terkuak, dan wajar saja, penjarahan pasir timah di WPN eks IUP PT Kobatin tidak akan tuntas dan dapat ditindak dengan tegas, ternyata disinyalir ada keterlibatan oknum APH setempat kongkalikong dan melindungi pemilik ponton ti Rajuk menambang secara ilegal.
“Percuma lah pak, buktinya berkali-kali ganti Kapolres Bangka Tengah tidak ada bisa menindak mereka yang menambang di kolong itu terutama di rawa hutan gelam kolong pungguk, semoga saja berita ini dibaca oleh bapak Kapolri”harapan warga Koba ini yang meminta inisial nama tidak ditulis.
Ditambahkannya, saat ini harapan warga seperti mereka yang tidak tanggapi pengaduannya hanya bisa mengadu lewat media sosial lebih cepat ditanggapi.
“Sepertinya keadilan dan penegakkan hukum itu seperti No viral No Justice, maka tak salah masyarakat saat ini lebih banyak mengadu lewat media sosial daripada ke polisi,”sindirnya.
Sementara itu, Kapolres Bangka Tengah AKBP Moch Risya Mustario, SIK, SH, MH saat dikonfirmasi awak media terkait aktivitas penambangan timah yang diduga ilegal tersebut melalui pesan Whatsapps pada Senin (23/1/22) malam belum memberi jawaban meskipun pesan yang dikirim sudah terbuka/terbaca.(*)
Narasumber Pewarta : Jono Darsono. Editor Red : Liesna Ega.