Suaramediaindonesia.com | Rabu, 1 Desember 2021.
Opini Oleh: Andre Vincent Wenas.
BANDUNG | “Ya, kemana suara kaum nasionalis Kota Bandung? “.
Kalau sudah tahu bahwa anggaran rakyat (APBD) kotanya tidak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, kenapa diam saja? Bahkan membiarkannya berlalu tanpa protes!
Ini soal yang lagi ramai di Kota Bandung, bahkan akhirnya sampai jadi isu nasional, lantaran fenomena serupa kabarnya juga terjadi di berbagai daerah lainnya.
Paling tidak begitulah respon berbagai kalangan di luar Kota Bandung yang sampai ke gawai kita.
Point-nya, kejadian ini relevan untuk dicermati pemda dan rakyat di seantero Nusantara.
Sekedar mengingatkan saja, isunya adalah soal Walk Out (WO)nya tiga Anggota Legislatif (ALeg) dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat sidang paripurna di DPRD Kota Bandung, Jumat 26 November 2021 yang baru lalu.
Materi yang ditolak adalah perihal RABPD 2022 Kota Bandung. Intinya ini soal pertanggungjawaban pengelolaan duit rakyat!
Bagi yang tertarik untuk menilik Struktur APBD 2022 Kota Bandung setelah pembahasan, maka gambaran umumnya adalah sebagai berikut:
Pendapatan Daerah Rp 6.594.827.897.971,87 (enam triliun lima ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu sembilan ratus tujuh puluh satu koma delapan puluh tujuh rupiah)
Belanja Daerah Rp 6.649.146.870.914,87 (enam triliun enam ratus empat puluh sembilan miliar seratus empat puluh enam juta delapan ratus tujuh puluh ribu sembilan ratus empat belas koma delapan puluh Tujuh Rupiah)
Pembiayaan Netto Rp 54.318.972.943,00 (lima puluh empat miliar tiga ratus delapan belas juta sembilan ratus tujuh puluh dua ribu sembilan ratus empat puluh tiga rupiah).
Ketiga ALeg PSI itu (Christian Julianto, Erick Darmajaya dan Yoel Yosaphat) memprotes rincian dalam postur RAPBD 2022 Kota Bandung yang sama sekali tidak berpihak kepada rakyat.
Dikatakan bahwa anggaran belanja modalnya yang idealnya adalah 30-40% ternyata hanya dialokasikan 9.41% saja (nilainya Rp 626 miliar). Kalau 30%-40%nya khan semestinya sekitar Rp 1,9 triliun sampai Rp 2,6 triliun!
Jadi, kemana dana sekitar Rp 1,3 triliun sampai Rp 2 triliun itu dialokasikan? Kenapa tidak sungguh-sungguh untuk belanja modal yang dampak pembangunannya bisa berdampak atau terasa oleh rakyat?
Kalau disoroti lebih khusus lagi soal belanja modal untuk jalan, jaringan, dan irigasi, bahkan hanya Rp 112,9 miliar atau 1,69% dari total APBD. Sementara itu, justru di sektor yang tidak penting seperti tunjangan perumahan pejabat malah naik sebesar Rp 20 juta!
Singkat cerita, anggaran rakyat Kota Bandung praktisnya habis untuk belanja pegawai, lantaran anggaran belanja pegawai yang sudah sangat besar itu terus naik dari tahun ke tahun. Padahal, dampaknya untuk masyarakat? Boleh dibilang ya nihil!
Pantas saja Bandung semakin amburadul.
Inilah yang dikatakan bahwa postur APBD Kota Bandung itu sama sekali tidak berpihak pada rakyat! Belum lagi kita bicara soal transparansi anggaran.
Cilakanya, fenomena seperti ini kabarnya telah berlangsung lama. Dan manakala ketiga ALeg PSI itu memprotesnya, bisa saja telah melewati mekanisme standar seperti voting, tentulah selalu kalah suara. Kenapa bisa begitu?
Ya kalah suara terus, lantaran komposisi kekuatan mereka hanyalah 6% (hanya 3 kursi) dari total keseluruhan (50 kursi) anggota parlemen (DPRD) Kota Bandung.
Lalu siapa ke-94% lainnya? Mereka adalah, PKS (13 kursi; 26%), Gerindra (8 kursi; 16%), PDIP (7 kursi; 14%), Golkar (6 kursi; 12%), Nasdem (5 kursi; 10%), Demokrat (5 kursi; 10%), PKB (2 kursi; 4%), PPP (1 kursi; 2%).
Maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah WO. Ini gestur politik yang diharapkan bisa mengamplifikasi suara rakyat yang selama ini terus tertekan (ditekan?) volumenya.
Maka pertanyaan di atas, “Kemana Suara Kaum Nasionalis Kota Bandung?” di parlemen menjadi sangat relevan untuk terus digaungkan.
Pertanyaan derivatifnya tentu, mengapa mereka terus diam saja? Bahkan menyetujui postur anggaran yang diajukan Walikota Bandung (Mang Oded) yang dari PKS itu.
Kok selama ini adem ayem saja? Ada apa?
Sekali lagi ya, “Kemana suara kaum nasionalis Kota Bandung?”
Demi semangat Bandung Lautan Api, ada yang bisa bantu jawab?
Narasumber Pewarta : Andre Vincent Wenas, (pemerhati ekonomi-politik). Editor Red : Liesna Ega.