suaramediaindonesia.com| Akademisi sekaligus penyair, dan juga penulis Dodo Lantang, resmi meluncurkan buku yang berjudul “Mentang-Mentang Oligarki” di Cafe JPW Garden, Grand Depok City, Depok, Sabtu (24/5/2025).
Buku tersebut berisikan puisi-puisi yang terdapat 6 BAB tentang:
- Dapur Rakyat dan Perayaan Sunyi,
- Tutorial Hidup dan Ilusi Demokrasi,
- Undang-Undang Oligarki
- Ikan, Lalat, dan Nyamuk yang Menggugat
- Tata Ruang, Pagar, dan Sengketa Negeri
- Akhir yang Tak Pernah Benar-Benar usai.
Dodo menjelaskan, menulis puisi-puisi ini berawal dari mengamati dan merasakan ada kesenjangan, ada keseimbangan yang luar biasa baik, baik dalam skala nasional maupun lokal.
“Saya melihat adanya perilaku oligarki dalam berbagai bentuk. Dari situlah kata ‘oligarki’ menjadi titik awal yang berkembang menjadi tema utama dalam buku ini,” ujarnya.
Penulisan buku ini diperkuat melalui dialog panjang bersama akademisi, jurnalis, dan rekan sejawat. Diskusi tersebut memperkaya narasi dalam menggambarkan realitas sosial melalui puisi.
“Mentang-Mentang Oligarki adalah bentuk perlawanan kecil saya. Ketika saya tidak bisa berteriak atau melawan secara fisik, saya memilih menulis. Puisi-puisi ini adalah fragmen dari kenyataan. Bagaimana mungkin laut dan sungai bisa disertifikasi? Jangan-jangan, kelak harga diri pun bisa,” katanya dengan nada kritis.
Bagi Dodo, puisi tidak melulu tentang cinta, tetapi juga menjadi ruang untuk menyuarakan isu politik, hukum, dan kemanusiaan. Semangat ini turut ia bawa ke ruang kelas, mendorong mahasiswa bimbingannya untuk menulis dan menerbitkan buku puisi sebagai bagian dari kurikulum.
“Sastra, terutama puisi, selama ini ditempatkan di ruang sempit. Padahal, puisi bisa divisualisasikan, dimusikalisasikan, bahkan difilmkan. Ini yang saya coba tanamkan kepada mahasiswa saya,” tambahnya.
Menariknya, Mentang-Mentang Oligarki tidak dijual secara komersial. Buku ini dibagikan secara gratis kepada siapa pun yang berminat, sebagai bentuk komitmen Dodo terhadap pentingnya literasi yang inklusif.
“Literasi bukan soal uang. Kalau butuh buku ini, saya siap membagikannya,” tegasnya.
Melalui Mentang-Mentang Oligarki, Dodo berharap akan lahir penulis-penulis baru yang berani bersuara. Ia menutup dengan pesan dari Putu Wijaya, gurunya dalam dunia kepenulisan:
“Menulislah saat tidak ingin menulis. Inspirasi tidak perlu ditunggu, tapi diciptakan”. (Hisan)