Suaramediaindonesia.com | Jum’at, 24 September 2021.
Opini |
BANDUNG BARAT | Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pendidikan dibuat terperanjat oleh fenomena yang terjadi saat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan rumah sebagai tempat pelaksanaan pembelajaran. Fenomena yang dimaksud adalah peningkatan penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa siswa. Penyimpangan yang terjadi mengarah pada degradasi karakter siswa sebagai akibat dari tidak intensifnya pembelajaran yang dilaksanakan.
Adakah yang salah dengan penerapan kebijakan pendidikan kita saat ini? Tentunya pertanyaan itu patut dilontarkan karena fenomena degradasi karakter telah tersaji di depan mata. Sekalipun demikian, penggeneralisasian adanya kesalahan penerapan kebijakan pendidikan yang diterapkan tidak dapat serta-merta disimpulkan sebagai penyebabnya. Selain itu, masih banyak pula keberhasilan dari penerapan kebijakan pendidikan yang tersaji dari berbagai pihak, terutama. Penyimpangan karakter tersebut masih bersifat kasuistis, tidak terjadi pada cakupan yang luas.
Terkait dengan permasalahan di atas, langkah yang harus dilakukan adalah meninjau dan memperkuat kebijakan pendidikan pada setiap satuan pendidikan saat pembelajaran dilaksanakan dengan pola jarak jauh.
Kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan terlalu berat sebelah, lebih menitikberatkan pada penguatan ranah kognitif, sehingga ranah afektif dan psikomotor kurang mendapat sentuhan optimal. Karena itu, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mencari formulasi pemasivan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai upaya menyentuh ranah afektif di tengah keterbatasan yang berlangsung.
Langkah ini perlu dilakukan guna mengurangi merebaknya penyimpangan karakter siswa.
Penguatan Pendidikan Karakter
Menelaah beberapa pemikiran yang berseliweran melalui media sosial dan media lainnya, terkait dengan tipologi outcomes pendidikan, sedikitnya ditemukan dua tipikal outcomes pendidikan dalam mengimplementasikan setiap program terhadap setiap siswanya. Pertama, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘knowing’. Kedua, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘being’. Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan ‘knowing’, mentreatment siswa untuk sekedar tahu pengetahuan dengan tanpa menekankan lebih jauh tentang kebermaknaan dan keterpakaian pengetahuannya oleh setiap siswa dalam lingkungan kehidupannya.
Dengan demikian, saat siswa sudah memahami pengetahuan yang diberikan, maka siswa sudah dianggap selesai mengenyam pendidikan. Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan ‘being’, memberi perlakuan yang lebih jauh. Pengetahuan yang diberikan tidak sebatas menjadi pengetahuan milik siswa, tetapi harus pula diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dengan demikian, pasca penerimaan pengetahuan oleh siswa, mereka memiliki kewajiban untuk mampu mengimplemantasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi.
Akan halnya dengan penerapan pola pendidikan yang selama ini berlangsung, disinyalir bahwa pola yang diterapkan terlalu berat pada penguatan ranah kognitif (pengetahuan), sedangkan ranah afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) seakan terabaikan begitu saja. Padahal, mengacu pada regulasi pembelajaran yang harus diterapkan oleh setiap guru, mereka dituntut untuk dapat melakukan
pembelajaran dengan menyentuh ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian, sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan Indonesia—bahkan menjadi ujung tombak implementasi kebijakan pendidikan—di antaranya dituntut untuk menjadikan setiap siswanya agar memiliki ketiga kompetensi dimaksud yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan kesehariannya. Melalui kepemilikan ketiga kompetensi tersebut, mereka harus menjadi insan ‘being’ bukan menjadikan insan ‘knowing’ semata.
Siswa yang dititipkan oleh setiap orang tuanya ke sekolah adalah karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Kepercayaan yang diberikan pada sekolah, sudah selayaknya dimanfaatkan dengan optimal melalui cara mendidik sebaik-baiknya, sehingga mereka akan dapat bertumbuh menjadi generasi tangguh yang akan dapat berkiprah pada kehidupan masa depan mereka. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memberi penguatan kompetensi sikap melalui penguatan pendidikan karakter terhadap setiap siswa, selain tentunya penguatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Ketiga ranah tersebut harus mendapat sentuhan yang proporsional dari setiap sekolah dalam melaksanakan pembelajaran.
Penyadaran akan pentingnya perhatian optimal kepada siswa dari setiap sekolah perlu terus didorong. Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap anak yang tengah berada pada masa bertumbuh dan berkembang itu patut menjadi core dalam pola pendidikan yang diterapkan oleh sekolah. Mereka sedang berada pada moment penting dan terbaik dalam upaya pembentukan pondasi kehidupan masa depannya. Melalui kekuatan dan ketangguhan fondasi yang dimilikinya, mereka diharapkan akan bertumbuh menjadi generasi harapan masa depan sehingga dapat berkiprah dan berkontribusi positif dalam membangun bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik.
Pendidikan dan pembinaan terhadap siswa merupakan kewajiban semua pihak, dalam hal ini kewajiban tri pusat pendidikan—sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan dan pembinaan sepatutnya diarahkan pula pada upaya untuk membentuk siswa sehingga akan tumbuh menjadi sosok berkualitas, yaitu sosok yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia. Dalam konteks kekinian mengarah terhadap tampilan sosok Profil Pelajar Pancasila.
Dalam visi pendidikan Indonesia tersurat bahwa proses pendidikan mengarah pada mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Visi tersebut begitu sarat dengan muatan karakter yang harus dicapai oleh setiap outcomes sekolah.
Upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai visi tersebut tidak akan berdampak, manakala ternihilkannya sinergitas di antara tripusat pendidikan. Sinergitas tripusat pendidikan sangatlah dituntut, agar penguatan karakter dapat diimplementasikan secara optimal terhadap setiap siswa melalui penerapan kurikuler. Karena itu, sudah selayaknya, sekolah, keluarga, dan masyarakat mensinergikan ide dan pemikiran untuk turut menumbuhkembangkan karakter siswa agar dapat mengkristal pada setiap siswa.
Implementasi penguatan pendidikan karakter ini didasari dengan pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Dalam regulasi tersebut diungkapkan secara tersurat bahwa PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Dalam regulasi tersebut, sekolah memiliki tugas untuk melakukan penumbuhkembangan terhadap 5 (lima) nilai-nilai utama karakter yaitu: religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama tersebut merupakan aktualisasi dari Pancasila, tiga pilar gerakan nasional revolusi mental, nilai-nilai kearifan lokal, serta tantangan masa depan bangsa Indonesia.
Dalam upaya penumbuhkembangan karakter terhadap setiap siswa melalui program PPK, sekolah dituntut untuk menerapkan tiga strategi implementasi, yaitu PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya sekolah, serta PPK berbasis masyarakat. PPK berbasis kelas merupakan langkah pengintegrasian pendidikan karakter dalam mata pelajaran; pengotimalan muatan lokal untuk menjadi elemen penguatan karakter siswa; optimalisasi manajemen pengelolaan kelas dengan berbasis penguatan karakter; serta optimalisasi bimbingan konseling ke arah penguatan pendidikan karakter siswa. PPK berbasis budaya sekolah adalah langkah yang dilakukan untuk melakukan pembiasaan nilai-nilai karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah; dorongan pada sekolah untuk melakukan branding sekolah; pemberian keteladanan dari pendidik, tenaga kependidikan, serta stakeholder pendidikan lainnya; penumbuhkembangan karakter pada seluruh ekosistem pendidikan; serta penguatan dan konsistensi implementasi norma, peraturan, dan tradisi sekolah. PPK berbasis masyarakat dilakukan dengan melakukan sosialisasi terhadap unsur masyarakat sekitar, termasuk di dalamnya mensinergikan program PPK, sehingga apa yang dilakukan di sekolah dilakukan pula di luar sekolah. Selain itu, implementasinya harus pula didukung dengan pelibatan masyarakat sekitar dalam menampilkan best practice mereka. Unsur masyarakat yang dimaksud di antaranya orang tua siswa, komite sekolah, dunia usaha dan dunia industri, akademisi, pegiat pendidikan, pelaku seni, budaya, bahasa, dan sastra, serta pemerintahan setempat.
Implementasi PPK merupakan langkah yang harus mendapat dukungan optimal dari semua pihak dalam upaya penyiapan generasi masa depan bangsa. Implementasinya harus didasari dengan pemikiran bahwa pada masa mendatang, insan berkarakter baiklah yang dapat survive. Penyiapan generasi masa depan bangsa melalui penerapan PPK ini sejalan dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib r.a., “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, sungguh mereka akan menghadapi masa depan yang berbeda dengan zamanmu.”
Karena itu, alangkah eloknya bila warna pendidikan yang diterapkan oleh sekolah lebih ditekankan dan memberi penguatan terhadap penumbuhkembangan karakter setiap siswa yang pada akhirnya akan mengkristal pada diri setiap siswa. Upaya penumbuhkembangan karakter yang telah digagas oleh pemerintah melalui program Penguatan Pendidikan Karakter ini tidak akan berjalan dengan baik bila tidak didukung dengan sinergitas dari unsur tri pusat pendidikan. Karena itu, sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bersinergi dalam mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter ini.
Simpulan
Fenomena yang melanda dunia pendidikan saat ini sudah sepatutnya menjadi pemicu untuk melakukan berbagai kajian guna menemukan formulasi yang tepat dalam penerapan penguatan karakter siswa. Langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pembenahan secara komprehensif terhadap pelaksanaan pendidikan, terutama terkait dengan penumbuhkembangan karakter pada setiap siswa. Barangkali, penerapan formulasi penguatan karakter dengan mengimplementasikan PPK secara masiv pada setiap sekolah merupakan langkah antisipasi yang harus segera dilakukan oleh setiap sekolah dengan mendapat support dari pemerintah. Langkah ini perlu dilaksanakan dengan harapan outcomes pendidikan kita akan benar-benar memiliki karakter positif yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia sehingga mereka bisa diandalkan dalam menyikapi kehidupan masa depannya.
Dengan demikian, pemasivan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan sekolah sebagai inisiator untuk mengajak tripusat pendidikan lainnya, perlu dilakukan agar outcomes pendidikan benar-benar optimal. Dalam konteks ini, tugas para pihak dalam tripusat pendidikan adalah melahirkan generasi masa depan yang tangguh dan berkualitas.
Paparan tersebut hanyalah sebatas saran, ide, dan pemikiran semata. implementasinya tergantung dari kemauan dan niat baik kita sebagai orang-orang yang diberi amanah serta memiliki otoritas untuk turut berkontribusi dalam melahirkan generasi masa depan yang tangguh dan berkualitas. ****
Narasumber : Disdikkbb- Pewarta : DasARSS IINews Jabar. Editor Redaksi : Liesna Ega.