Bogor, suaramediaindonesia.com I 26 Februari 2025 — Polres Kabupaten Bogor dihebohkan oleh keributan di lorong Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) saat pemanggilan saksi pertama, AEP, suami dari KED. Pemanggilan ini terkait permohonan KED kepada kepolisian untuk mendampingi bertemu anak berusia lima tahun.
Pasangan ini diketahui telah berpisah rumah setelah KED mengajukan gugatan cerai. AEP mengungkapkan bahwa KED terbukti melakukan perselingkuhan, baik secara online maupun pertemuan langsung, dengan bukti berupa foto, video, dan percakapan yang ditemukan oleh AEP.
Dalam keterangannya, AEP menyatakan, “KED melakukan hal terlarang tersebut saat saya dan anak sudah tertidur di ruangan sebelah.” Ia menambahkan bahwa terdapat 14 pria yang terlibat, beberapa di antaranya berinisial DS, AK, AY, AU, DM, MC, OS, PA, RJ, RA, WH, RE, YBS, dan tetangga berinisial YD. “Saya memiliki bukti dari video yang berada di komputer saya,” tambahnya.
AEP menegaskan bahwa KED telah melanggar Pasal 284 ayat (1) KUHP dan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP.
Gisella Anasthasia, seorang aktivis pendidikan yang mendampingi AEP di Polres Kabupaten Bogor pada Senin (24/02/2025), menyatakan bahwa kasus ini telah bergulir cukup lama. “Pihak perempuan sudah menggugat cerai sebanyak dua kali dengan tuduhan KDRT, namun hakim menolak karena perpisahan belum mencapai enam bulan dan tidak terbukti adanya kekerasan,” jelasnya.
Gisella juga mengkritisi penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian. “Laporan perempuan naik ke penyidikan sebagai tindak pidana, namun laporan pihak lelaki dipindah ke unit reskrim dan hingga kini tidak ada kejelasan,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Saya sangat menyayangkan hal ini terjadi, karena korban utama adalah anak berusia lima tahun. Bukti dari psikolog, pendampingan LPAI, dan dinas sosial sudah ada, tapi seolah semua menutup mata terhadap keadaan si anak.”
Mirisnya ketidakadilan dalam penegakan hukum di indonesia
Membuat Krisis kepercayaan masyarakat pada keadilan menjadi semakin meningkat.
Hilangnya rasa prikemanusiaan aparat penegak hukum membuat tidak adanya keadilan hukum.
Rasa putus asa masyarakat terhadap aparat yang seharusnya memberi perlindungan, namun justru menjadi bagian dari masalah yang ada. Kepolisian sudah semakin jauh dari tugas utamanya sebagai pelindung rakyat.
Lalu kemana jeritan hati seorang anak harus mengadu?
Kemana penegak keadilan harus berjalan?
Kepada siapa kami harus meminta pertolongan?
Gisella juga mempertanyakan integritas aparat penegak hukum. “Apakah pernyataan orang tua dari KED benar bahwa polisi bisa ‘dibeli’?
Lalu, ke mana jeritan hati seorang anak harus mengadu? Dan ke mana penegak keadilan harus berjalan?”
tutupnya saat diwawancarai di sebuah rumah makan Jepang di Kota Wisata.
Penulis : Tg
Editor : Egha