Suaramediaindonesia.com | Rabu, 27 Oktober 2021.
Jayapura, Suara Mee | Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH-Papua) Emanuel Gobay, mengatakan pemerintah dan Palang Merah Indonesia segera lindungi pengungsi akibat konflik di Papua.
“Komnas HAM RI Pastikan Pemerintah dan PMI Menjalankan kewajibannya Melindungi Pengungsi Disemua Wilayah Konflik Di Papua sesuai UU No 1 Tahun 2O18 junto PP No 7 Tahun 2019” tulis Emanuel Gobay dalam Pers Release yang diterima Suara Mee, Kamis (10/25/2021).
Emanuel Gobay mengatakan dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi banyak kasus pengungsi yang dialami oleh masyarakat sipil papua baik di Kabupaten Nduga (2018), Kabupaten Intan Jaya (2019 – 2020), Kabupaten Mimika (2020), Kabupaten Puncak Papua (2021), Kabupaten Maybrat (2020), Kabupaten Tambrauw (2021) dan Kabupaten Pegunungan Bintang (2021).
“Atas dasar fakta hukum tersebut diharapkan agar Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat sudah harus memikirkan sebuah langkah hukum untuk membentuk sebuah regulasi daerah yang dapat berfungsi untuk melindungi masyarakat sipil papua yang menjadi korban pengunsian akibat konflik maupun bencana alam,” katanya.
Gobay mengatakan, mengingat di Indonesia telah memiliki ketentuan hokum tentang penganan pengungsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan junto Peraturan Pemerinta Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan.
“Mengingat pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk dari bencana atau konflik sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 12, PP Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan,” katanya.
Gobay mengatakan, berkaitan dengan penanganan pengungsi merupakan bagian langsung dari kerja penyelenggaraan kepalanggmerahan yang dilakukan oleh pemerintah dan Palang Merah Indonesia (PMI) yang dilakukan pada masa damai dan konflik bersenjata sebagaimana diatur pada pasal 2 dan Pasal 3, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan.
“Mengingat dua institusi itu yang diberikan kewenangan sehingga pada prakteknya secara teknis melakukan kerja yang berbeda secara khusus bagi pemerintah Dalam rangka Penyelenggaraan Kepalangmerahan pada penanganan pengungsian oleh pemerintah dilakukan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan penemuan, penampungan, pelindungan, dan pengawasan bagi para Pengungsi,” katanya.
Gobay mengatakan, sekalipun demikian tugas pemerintah dan PMI terhadap pengungsi namun pada prakteknya pemerintah dan PMI belum maksimal implementasikan tugas masing-masing sesuai ketentuan pasal 10 dan Pasal 11, PP Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat sipil di Empat distrik yakni Distrik Kiwirok, Distrik Oklib, Distrik Okyob dan Distrik Okika Kabupaten Pegunungan Bintang.
Gobay mengatakan, berdasarkan pada fakta pelanggaran HAM yang dimiliki masyarakat sipil yang mengungsi dan dugaan terjadinya kerjahatan kemanusiaan maka diharapkan agar Komas HAM RI Pusat dan Komnas HAM RI Perwakilan Papua wajib menjalankan tugas pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunanlaporan hasil pengamatan tersebut dan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terhadap pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur pada pasal 89 ayat (3) huruf a dan huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di wilayah kabupaten dalam Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat yang sampai saat ini masih ada masyarakat sipil yang mengungsi seperti di Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Berdasarkan uraian diatas maka Lembaga Bantuan Hukum Papua mengunakan kewenangan terkait “Setiap orang, kelompok, organisasi politik,organisasi masyarakat.
Narasumber Pewarta : Kwina Kaninggun. Editor Redaksi : Liesna Ega 💻