Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor)
Menjadi bagian dari sebuah episode kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kemdikbud, yakni Guru Penggerak memberikan cerita tersendiri. Setelah berupaya untuk masuk di edisi pertama gagal dikarenakan tidak ada kuota untuk wilayah Bandung Barat, akhirnya di angkatan ke empat berhasil masuk dengan skenario rekruitmen di luar jalur pada umumnya, yaitu melalui program calon kepala sekolah (CKS).
Seperti diketahui, pada tahun ini setiap calon kepala sekolah harus menempuh perjalanan panjang sebelum dinyatakan lulus dan mendapatkan legalitas formal sebagai pimpinan satuan pendidikan dengan mengikuti program Guru Penggerak. Hal ini, pada awalnya menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian besar CKS mengingat paradigma yang terbentuk sebelumnya mengira akan diarahkan menjadi guru yang dilatih untuk meningkatkan kualitas pembelajaran ‘saja’. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kompetensi CKS yang menitikberatkan pada sisi manajerial. Selain itu, harapan untuk mendapatkan penguatan kompetensi CKS diperkirakan tidak akan diperoleh dari program Guru Penggerak.
Adalah Guru Penggerak, sebuah episode 5 Kebijakan Merdeka Belajar dengan programnya, yakni pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadikanya sebagai pemimpin dalam pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan menggerakkan ekosistem pendidikan yang lebih baik. Hal ini seperti sebuah jawaban yang menepis kekhawatiran pertama penulis yang menganggap program Guru Penggerak hanya fokus pada peningkatan sisi kompetensi guru saja-pedagogik, keperibadian, sosial, dan professional. Namun, dengan memahami substansi Guru Penggerak memberikan pencerahan bahwa seorang pemimpin harus mampu menjadi agen perubahan bagi perbaikan kualitas pendidikan di satuan pendidikannya.
Di sisi lain, penulis menangkap makna bahwa program Guru Penggerak, sesuai dengan kerangka desain programnya yang memuat topik utama tentang pemimpin pembelajaran dengan cakupan pembelajaran berdeferensiasi, komunitas praktik, dan pembelajaran sosial dan emosi, menjadikan program Guru Penggerak sangat menarik untuk dipelajari. Terlebih metode pelatihan yang diterapkannya meliputi daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan, sangat memenuhi ekspektasi penulis dalam mengembangkan potensi diri di era digital seperti sekarang ini.
Selanjutnya, prosentase pembelajaran yang sebagian besar di tempat kerja dan komunitas praktik yang meliputi pemberian umpan balik, baik dari atasan, rekan maupun siswa, memberikan ruang untuk tidak mengabaikan tugas dan kewajiban penulis sebagai guru yang dinanti kehadirannya oleh siswa. Selain itu, program Guru Penggerak pun memberikan ‘kemerdekaan’ peserta untuk belajar dari teman sejawat, dan guru lain, serta pelatihan formal yang memang sangat dibutuhkan dalam meng-upgrade menuju peningkatan kepercayaan diri.
Sementara itu, dari sisi asesmen, hasil penugasan dan praktiknya berupa feedback dari rekan sejawat, fasilitator, dan kepala sekolah, serta peningkatan hasil belajar siswa, menjadikan program Guru Penggerak sebagai tantangan bagi penulis untuk tetap fokus dalam peningkatan kompetensi diri. Termasuk dalam hal prinsip pelatihannya yang bersifat andragogi, berbasis ngalaman, kolaboratif, dan reflektif.
Kemudian, penulis mencoba menganalisa dari sejumlah materi dan capaian pembelajaran berupa modul-modul yang dicanangkan program Guru Penggerak, yakni paradigma dan visi guru penggerak. Di di dalamnya memuat bahwa diharapkan Guru Penggerak harus mampu memahami filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan melakukan refleksi kritis atas hubungan nilai-nilai tersebut dengan konteks pendidikan lokal dan nasional pada saat ini. Selanjutnya, seorang calon Guru Penggerak diharapkan mampu menjalankan strategi sebagai pemimpin pembelajaran yang mengupayakan terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif.
Selain di atas, calon Guru Penggerak harus mampu mengembangkan dan mengomunikasikan visi sekolah yang berpihak pada murid kepada para guru dan pemangku kepentingan. Sementara topik yang diangkatnya adalah filosofi pendidikan Indonesia, nilai-nilai dan peran Guru Penggerak, membangun visi sekolah, dan membangun budaya positif di sekolah.
Kemudian, pada materi praktik pembelajaran yang berpusat pada murid, seorang calon Guru Penggerak harus dapat mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda. Selanjutnya, calon Guru Penggerak harus mampu mengelola emosi dan mengembangkan keterampilan sosial yang menunjang pembelajaran. Selain itu, calon guru penggerak diharapkan mampu melakukan praktik komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar seorang coach. Pada akhirnya, calon Guru Penggerak mampu menerapkan praktik coaching sebagai pemimpin pembelajaran.
Di lain pihak, pada materi pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah, capaiannya meliputi seorang calon Guru Penggerak harus mampu melakukan praktik pengambilan keputusan yang berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran. Berikutnya, calon Guru Penggerak harus mampu melakukan strategi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, waktu, dan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak pada siswa. kemudian, calon Guru Penggerak diharapkan mampu merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan program perbaikan dan perubahan sekolah, serta memantaunya agar berjalan sesuai rencana dan mengarah pada tujuan. Selanjutnya, seorang calon Guru Penggerak harus mampu mengembangkan kegiatan berkala yang memfasilitasi komunikasi siswa, orang tua dan guru serta menyediakan peran bagi orang tua terlibat dalam proses belajar yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran.
Selain di atas, yang tidak kalah menarik adalah pada materi di modul terakhir yang berisi selebrasi, refleksi, kolaborasi, dan aksi. Di modul ini seorang calon Guru Penggerak akan merefleksikan perannya sebagai Guru Penggerak, serta sejumlah strategi yang telah dijalankannya. Selanjutnya, calon Guru Penggerak diharapkan saling berbagi praktik baik dengan rekan sejawat. Termasuk membuat rencana tindak lanjut dan kolaborasi dengan rekan sejawat.
Ketika melihat skenario program di atas, maka penulis menaruh harapan besar setalah berkahirnya pelatihan ini para calon Guru Penggerak akan ‘menjelma’ menjadi seorang yang mampu tampil sebagai pemimpin pemelajaran yang handal dalam pengambilan keputusan, menjadi pemimpin dalam pengelolaan sumber daya manusia dan lingkungannya, serta mampu menjadi pengelola program yang senantiasa berdamapak pada siswa.
Akhirnya, seperti yang diimplementasi dalam lokakarya perdana calon Guru Penggerak yang penulis ikuti, diharapkan program ini akan menjadi momentum penting dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan yang semakin baik untuk peserta didik. Selain itu, program Guru Penggerak akan menjadi pondasi yang kuat dalam membangun sebuah proses pembelajaran yang memberikan ruang dan kemerdekan bagi seluruh potensi yang dimilki siswa. Sehingga akan memunculkan suatu generasi unggul yang akan menjadi pemimpin negeri ini di masa depan. Oleh karena itu, mari bergerak bersama Guru Penggerak untuk kemajuan pendidikan Indonesia.***
Gumilang Bandung, Sabtu (9/10/21)Terima kasih kepada rekan-rekan CGP4 ‘Juara’-Ade Sopyan, Aip Sopyan, Ema Damayanti, Euis Nuraeni, Nining Sariningsih, Tatat, Zahara Nuraeni, Siska Amelia, dan Mentor ‘Luar Biasa’: Dini Siti Anggraeni, dan Harun.
Sumber: disdikkbb.org-Penulsi: Adhyatnikia Geusan Ulun-Pewarta: Dadang A. Sapardan-Editor Redaksi: Liesna Ega
Terima kasih kepada pihak pihak yang terkait dalam penyelenggaraan CGP 4, saya bangga menjadi bagian dari peserta CGP, banyak hal yang saya dapatkan semoga menjadi contoh untuk generasi selanjutnya,jaya terus CGP 4.