DEPOK I suaramediaindonesia.com – Pengadilan Negeri (PN) Depok kembali menggelar sidang lanjutan kasus berita bohong babi ngepet dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari Penasihat Hukum Terdakwa dari Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Pelita Justitia.
Dalam nota pembelaan, Tim Penasihat Hukum yang dipimpin M. Razali Siregar dengan anggota Eri Edison, Donatus Ehe Beren, Syarifuddin, Sigit Mulyawan Berdikari, Ondrasi Hia dan Bagus Salam Siregar, pada pokoknya beranggapan, bahwa surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru.
“Mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menyatakan Terdakwa Adam Ibrahim Alias Adam tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan alternatif Kesatu, yakni Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Menghukum Terdakwa dengan putusan yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya,” ujar LBKH Pelita Justitia dalam nota pembelaan, Selasa (16/11/2021).
Masih dalam nota pembelaan, Penasihat Hukum juga memohon kiranya Majelis Hakim yang memimpin perkara ini, mempertimbangkan dalil-dalil sebagai permohonan untuk meringankan hukuman bagi Terdakwa.
“Bahwa, berdasarkan surat tuntutan yang diajukan Penuntut Umum, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa tidak sependapat,” sambungnya.
Menurut Penasihat Hukum, bahwa berdasarkan keterangan Ahli Prof. DR. Andhika Dutha Buchari, Spd., M.Hum., secara literal keonaran yang bermakna kekacauan atau ketidakteraturan atau keributan yang muncul di dalam kehidupan masyarakat atau rakyat, biasanya ditunjukkan dengan situasi kacau, resah dan ribut di kalangan masyarakat sehingga unsur keonaran, kegaduhan atau kekacauan, tidak dapat dibuktikan.
Sedangkan, di dalam fakta persidangan yang terungkap, bahwa kebohongan yang disampaikan oleh Terdakwa tersebut, tidak terjadi kekisruhan, kegaduhan atau keonaran di Jl. Masjid Syamsul Iman RT.002/RW.004 Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, sehingga unsur keonaran disini tidak terpenuhi.
Selain itu menurut DR. Merry yang menyebutkan, keonaran yang dimaksud adalah munculnya situasi yang tidak kondusif, situasi yang membuat kehidupan menjadi tidak tenang. Jika dikaitkan dalam perkara ini, terlalu sempit menilai suatu perbuatan dapat dipidana dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sebab, penerapan dalam Undang-Undang tersebut mengandung nilai yang lebih luas sehingga unsur keonaran dalam kasus berita bohong yang dilakukan oleh Terdakwa adalah tidak terpenuhi.
“Apalagi dalam surat tuntutan, JPU mengaitkan kasus babi ngepet dengan kasus Ratna Sarumpaet yang tertuang di dalam Yurispudensi,” imbuhnya.
Penasihat Hukum beranggapan, JPU terlalu membesar-besarkan kasus babi ngepet dengan kasus berita bohong Ratna Sarumpaet, bahwa JPU telah keliru menilai kejadian yang dilakukan Terdakwa dihubungkan dengan kasus Ratna Sarumpaet.
“Tujuan berita bohong yang dilakukan Ratna Sarumpaet adalah unsur politis sehingga mengakibatkan kekacauan di seluruh Indonesia. Sedangkan perbuatan Terdakwa, untuk meredam keresahan yang terjadi di tetangga di lingkungan tempat tinggal Terdakwa,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Adam Ibrahim Alias Adam (44) dengan Nomor Perkara 314/Pid.Sus/2021/PN Dpk oleh JPU Putri Dwi Astrini dan Alfa Dera dijerat dengan Dakwaan Alternatif. Kesatu, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 Ayat (1), Atau Kedua, Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adam Ibrahim Alias Adam dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar JPU Alfa Dera saat pembacaan Surat tuntutan di Ruang Sidang Utama PN Depok, Selasa (9/11/2021).
(jim)