Lia Mulyati, S.E., M.Pd.
(SMP Negeri 4 Ngamprah)
Sesar Lembang merupakan patahan aktif yang terletak di daerah utara Bandung yang membentang sepanjang 29-30 km dari ujung barat Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat hingga sisi timur Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung. Sesar ini dikategorikan sebagai sesar normal yang masih aktif bergerak dan diperkirakan menyimpan energi yang cukup besar dan entah kapan energi itu akan berubah menjadi gempa. Akan tetapi berdasarkan hasil permodelan peta tingkat guncangan (shakemap) oleh BMKG dengan skenario gempa dengan kekuatan M=6,8 kedalaman hiposenter 10 km di zona Sesar Lembang, menunjukan bahwa dampak gempa dapat mencapai skala inensitas VII-VIII MMI (setara percepatan tanah maksimum 0,2-0,4g) dengan deskripsi terjadi kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Dinding tembok dapat lepas dari rangka, monument/menara roboh, dan air menjadi keruh. Sementara untuk bangunan sederhana non struktural dapat terjadi kerusakan berat hingga dapat menyebabkan bangunan roboh. (www.bmkg.go.id/press-release/?-penjelasan-bmkg).
Dengan adanya hasil kajian sesar aktif oleh beberapa ahli akhir-akhir ini, maka penting kiranya memberikan perlindungan terhadap guru terutama guru yang bertugas di rawan bencana alam khususnya dalam hal ini guru yang bertugas di sekitar Sesar Lembang, mengingat banyak guru yang bertugas di tempat yang rawan ini masih belum diimbangi dengan pemberian pelatihan tanggap darurat tentang cara menanggulangi bencana alam sebagai bentuk perlindungan guru terhadap bencana alam. Padahal jelas perlindungan guru terhadap resiko bencana alam dibahas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengesahan Undang-Undang tersebut membawa konsekuensi dan implikasi terhadap pendidikan, termasuk guru. Pasal 40 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidik berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak kekayaan intelektual. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut salah satunya termasuk perlindungan guru terhadap risiko bencana alam terutama di tempat melaksanakan tugasnya.
Minimnya perlindungan guru ancaman gempa bumi Sesar Lembang diantaranya disebabkan oleh: (1) Banyaknya jumlah guru yang bertugas di sekolah yang rawan bencana, (2) belum atau tidak adanya pedoman dan model-model pelaksanaan pendidikan pengurangan resiko bencana untuk pendidik yang berlaku secara nasional, (3) baru sebagaian kecil guru yang sudah melaksanakan pendidikan pengurangan resiko bencana, dan (4) minimnya motivasi koordinasi dan inisiasi dari beberapa pihak terkait terwujudnya perlindungan guru di tempat tugas rawan bencana alam.
Strategi Pengurangan Risiko Bencana terhadap guru sebaiknya dilaksanakan dengan memberikan life skills berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menangani ancaman, bahaya, kerentanan, dan risiko bencana, dalam upaya perwujudan budaya sadar bencana dan keselamatan bagi seluruh guru yang bertugas di daerah rawan bencana. Menurut penulis, pemberian life skills sebaiknya dilakukan dengan :
- Pelatihan mengenai pendidikan pengurangan risiko bencana dengan metode pelatihan mengkombinasikan: (1) Andragogi yakni proses belajar bagi orang dewasa dengan kegiatan diawali menggunakan pengalamannya dan diakhiri dengan menjadikan pengetahuan yang diterimanya menjadi milik pribadinya, (2) Discorey Approach guru peserta pelatihan menemukan sendiri potensi bencana dan membuat kesimpulan sendiri apa yang harus dilakukan ketika ada bencana, (3) Experiental Learning, belajar berdasarkan pengalaman dari proses belajar, (4) Role play peserta mendemontrasikan bagaimana penaggulangan bencana. (5) Study Lapangan yang bertujuan untuk mempraktekan skill yang telah didapatkan selama pelatihan. Sedangkan pelatihan pengurangan resiko bencana sebaiknya meliputi materi konsep pemahaman bencana, pengembangan budaya sadar berdasarkan pengetahuan dan sikap serta membangun tim pengurangan risiko bencana, workshop dan studi lapangan secara langsung.
- Penyusunan modul pelatihan pengurangan risiko bencana terutama khusus untuk guru yang bertugas di tempa rawan bencana. Modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahan yang mudah dipahami. Modul ini bertujuan supaya guru dapat belajar secara mandiri dan bertahap, bagaimana cara mengurangi risiko bencana. Struktur modul ini sebaiknya terdiri dari judul, petunjuk umum berisi langkah-langkah yang akan ditempuh, materi modul pengurangan risiko bencana, dan evaluasi untuk mengukur kompetensi guru dalam mengatasi resiko bencana. Pembuatan modul ini diharapkan akan menambah pengetahuan guru untuk disampaikan kepada siswanya dan juga bermanfaat untuk dirinya sendiri.
- Membangun kemitraan dan jaringan guru dalam konteks pengurangan risiko bencana dalam rangka perlindungan guru, yang bertugas di tempat rawan bencana dengan badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) dan organisasi non pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki kapasitas terkait dengan kebencanaan. Pelaksanaan kemitraan ini dilakukan oleh sekolah yang dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas Pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan dukungan Direktorat Jenderal Manajamen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementrian Pendidikan Nasional yang menyediakan berbagai pelaksanaanya. Strategi ini diharapkan dapat membangun kemitraan dan jaringan yang solid antar berbagai pihak yang dapat mendukung pelaksanaan perlindungan guru terhadap resiko bencana di tempat tugasnya.
Sudah saatnya perlindungan guru di tempat rawan bencana alam lebih diperhatikan, sehingga guru tidak akan lagi merasa terancam jiwanya saat menjalankan tugas keprofesiannya. Seorang guru tidak akan merasa ketakutan karena ancaman bencana ketika bekerja, sehingga akan fokus tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik yang berdampak pada tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Ancaman gempa bumi Sesar Lembang memang sulit diprediksi. Tetapi perlindungan terhadap guru yang bertugas di kawasan-kawasan Sesar Lembang penting dilakukan dari sekarang. Ketika sulit menentukan kapan datangnya gempa bumi, maka usaha terbaik adalah bagaimana kita mempersiapkan diri jika gempa itu benar-benar datang, termasuk memberikan pelatihan, penyusunan modul pelatihan dan membangun kemitraan pengurangan resiko bencana khusus untuk guru di tempat rawan bencana sebagai wujud perlindungan nyata terhadap guru.
Penulis: Lia Mulyati, S.E., M.Pd. Pewarta: Dadang A. Sapardan – Editor Redaksi: Liesna Ega