Oleh: Lili Priyani (Penggerak Literasi, Guru di SMAN 2 Cikarang Utara)
Pendidikan adalah daya upaya kita untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Demikianlah nukilan ungkapan motivasi dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Inilah yang menjadi filosofi mulia bagi pendidikan karakter.
Terurai dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter tahun 2010, pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dari sini, kemudian muncul karakter terpuji seperti judge what is right (tahu tentang kebenaran); care deeply about what is right (peduli tentang kebenaran); and then do what they believe to be right (melakukan yang benar). Karenanya, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dipaparkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkandan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulis, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Salah satu pengejawantahan Pendidikan Penumbuhan Karakter (PPK) ini adalah melalui kegiatan literasi.
Literasi bukan sekadar mampu membaca dan menulis. Literasi bermakna bagaimana kita mampu berbicara dengan santun, bagaimana kita berprilaku sosial dan menjalin silaturahmi, bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan dan memahami budaya, bagaimana kita menempatkan literasi dalam kehidupan kita seiring bagaimana kita berkomunikasi. Menindaklanjuti amanat UUD 1945 dan Permendikbud No. 23 Tahun 2015, lembaga pendidikan di seluruh Indonesia wajib melaksanakan program Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini membina dan mengembangkan budaya baca di sekolah dengan program yang melibatkan seluruh warga sekolah (whole-school). Dengan kata lain, gerakan ini melibatkan seluruh individu yang ada di sekolah sehingga terbentuk masyarakat literat di tingkat satuan pendidikan.
SMA Negeri 1 Sukawangi, sebagai satu lembaga pendidikan yang berada di Kabupaten Bekasi, menggagas kegiatan In House Training (IHT) bertajuk “Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Pengembangan Pembelajaran Abad ke-21”. Kegiatan ini diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 19 Oktober 2021. Dibuka secara resmi oleh Kepala KCD Wilayah III Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dr. Asep Sudarsono,S.Pd., M.M. Dalam kata sambutannya, beliau sekaligus memberikan pengarahan di hadapan 40 peserta yang merupakan pendidik di SMAN 1 Sukawangi.
“Para pendidik sebaiknya melakukan install pengetahuan, install pemahaman, dan install pengalaman. Ini diperlukan sebagai bagian dari dunia pendidikan era ini. Jangan sampai guru tertinggal jauh dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peserta didik. Salah satu kegiatan untuk ‘meng-install pengetahuan’ adalah dengan mengikuti pelatihan, seperti workshop ini”, begitu motivasi yang disampaikan di hadapan peserta.
Menurut Kepala Sekolah, Hj. Lina Kuslina, M.Pd. kegiatan IHT ini dalam rangka memberikan wawasan dan memantik motivasi para guru agar siap menghadapi paradigma dunia pendidikan abad 21 yang menuntut guru untuk aktif berperan sebagai fasilitator dan katalisator (pembaharu) bagi dunia pendidikan khususnya di SMAN 1 Sukawangi.
“Semoga melalui IHT ini, seluruh pendidik bisa menerapkan ilmu dan wawasan yang didapatkan dalam kegiatan belajar mengajar di ruang-ruang belajar lingkungan sekolah”, tegas Kepala Sekolah yang literat ini.
Acara yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB menghadirkan narasumber Lili Priyani. Sebagai seorang penggerak literasi, instruktur literasi nasional, dan penulis, narasumber memaparkan salindia yang berjudul “Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Gerakan Literasi Sekolah”. Memulai penjelasan dengan memberikan beberapa contoh kegiatan literasi yang bisa diterapkan di kelas, Lili Priyani mengajak peserta untuk bersama-sama mewujudkan Gerakan Literasi Sekolah. Beberapa aksi berliterasi bisa dilakukan oleh para wali kelas (baca: guru-guru) bersama-sama dengan peserta didik di antaranya: membuat pohon literasi dan merekonstruksi pojok baca di setiap kelas.
Tiga tahapan pelaksanaan literasi sekolah yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Melalui penumbuhan minat baca dalam tahap pembiasaan, bisa dilakukan dengan mengajak peserta didik untuk melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 15 menit sebelum kbm dimulai setiap hari. Kegiatan ini dilanjutkan dengan mengisi Jurnal Literasi yang berisi laporan hasil kegiatan literasi yang dilakukan peserta didik. Pada tahap pengembangan, peserta didik membuat pohon literasi. Pohon literasi berisi daun-daun yang dibuat dari kertas warna-warni (kertas origami) bertuliskan judul buku, pengarang, penerbit, dan reviuw buku (5W dan 1H). Pohon ini akan rimbun oleh dedaun yang ditempelkan oleh siswa pada pohon literasi. Ini bisa menghiasi kelas sebagai upaya untuk menumbuhkan literasi bagi siswa.
Di samping membuat pohon literasi, upaya lain yang bisa dilakukan dalam menggerakkan literasi di ekosistem sekolah yaitu membuat pojok baca. Buku-buku yang dipajang di pojok baca adalah koleksi membaca siswa yang bisa mereka pergunakan pada saat melakukan kegiatan membaca selama 15 menit (pada tahap pembiasaan). Menghadirkan tempat baca lebih dekat dengan siswa, memungkinkan peserta didik untuk lebih dekat dengan sumber bacaan. Akan lebih maksimal jika saja didukung oleh perpustakaan yang memadai, yang membuat seluruh warga sekolah tertarik untuk berkunjung dan melakukan aktivitas literasi.
Pada tahap pengembangan, bisa dilakukan dengan pengkolaborasian antarmata pelajaran terkait. Bahkan lebih jauh lagi, siswa menghasilkan karya dalam bentuk tulisan (buku). Buku-buku karya siswa ini menjadi bukti bahwa kegiatan literasi sudah berjalan baik.
Untuk mendukung ketercapaian Gerakan Literasi Sekolah ini, bisa dimulai dari aksi pendidik. Karenanya dalam IHT yang diselenggarakan satu hari ini, peserta dibekali dengan teori kepenulisan oleh narasumber. Antusias peserta patut diacungi jempol karena tak sedikitpun peserta beralih perhatian dari pemaparan narasumber yang juga seorang penulis ini. Semarak acara terasa manakala seluruh peserta diminta merangkaikan kisah dan peristiwa dalam cerita berantai.
Komitmen Kepala Sekolah untuk mengajak seluruh sivitas akademika di SMAN 1 Sukawangi dalam mendukung kegiatan literasi ditandai dengan pencanangan menulis bagi seluruh pendidik. Peserta IHT diminta untuk mengerjakan tugas mandiri berupa mengelaborasi materi yang disampaikan narasumber dalam bentuk tulisan. Karya para guru ini selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk buku. Guru menjadi role model dalam gerakan literasi. Sejatinya, para guru menjadi teladan terbaik dalam berliterasi.
Angin sepoi-sepoi menandai peralihan hari. Hijau pemandangan sekitar sekolah, menyejukkan mata yang tak lelah meski jam menunjukkan pukul 15.00 WIB. Acarapun berakhir, binar semangat memancar dari garda terdepan pendidikan. Semoga upaya baik dalam rangka menumbuhkembangkan literasi untuk mempersiapkan generasi emas yang gemilang bisa terealisasi.
Penulis: Lili Priyani – Pewarta: Dadang A. Sapardan – Editor Redaksi: Liesna Ega