SUKABUMI , JABAR – Inilah kisah perjuangan yang harus dibayar mahal bagi pejuang devisa negara dan pejuang bagi keluarganya di Indonesia. Tepat nya di wilayah Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa barat.
Adalah SRI ERNI SANTI JUNIARTI yang lahir di Sukabumi 14 Juni 1982, dengan alamat di Kampung Cimaja RT. 02 RW 002,Desa Cimaja , Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Betapa kaget keluarga dan seolah tidak percaya mendapatkan berita dari KBRI di Suriah jika Sri dinyatakan telah meninggal dunia pada hari Jumat, tanggal 20 September 2024. Dan dinyatakan sdri Sri Erni Santi Juniarti meninggal pada hari Sabtu, tanggal 14 September 2024.
Padahal pada hari Sabtu , tanggal 14 seperti 2024, pada pukul 16 : 08 WIB, korban masih sempat _chatting_ atau berkomunikasi melalui pesan WhatsApp kepada keluarga almarhumah yang bernama Bambang yang tinggal di Pelabuhan Ratu.
Menurut Bambang, almarhumah sempat mengirimkan pesan melalui WhatsApp jika dia seolah disiksa dan dipukul pakai panci oleh majikannya hingga berdarah dan luka serta secara tergesa-gesa mengirimkan foto – foto uang yang dimiliki serta perhiasan dan menanyakan apakah sdr, Bambang punya foto makam ibundanya yang telah meninggal dunia saat dirinya berada di Suriah dan Sri juga mengatakan secara tergesa-gesa ada majikannya saat komunikasi tengah dilakukan.
Sungguh aneh dan sangat mencurigakan, jika almarhumah Sri Erni dinyatakan meninggal dunia karena meminum obat parasetamol, namun ditemukan luka pendarahan otak yang menyebabkan meninggal dunia. Ini analisa atau info dokter dari rumah sakit di Suriah.
Keluarga merasa tidak puas atas penjelasan dari pihak dokter rumah sakit yang ada disana, sebab itu ada hal yang mencurigakan atas kematian Sri Erni. Mereka serta merta meminta adanya penyelidikan atau proses yang jelas dan cermat dari pihak-pihak yang berwajib di KBRI Suriah serta Kemenlu RI untuk memperjuangkan rasa keadilan bagi almarhumah dan keluarganya yang berada di Indonesia.
Presiden Republik Indonesia dan semua wakil rakyat di DPR harus memperjuangkan warga negaranya. Sebab almarhumah mencari nafkah dan menyumbangkan devisa bagi negara dan setiap nyawa warganya yang berada diluar negeri harus dilindungi keselamatan dan nyawanya.
Almarhumah Sri Erni meninggalkan seorang suami yang berada di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, yang bekerja sebagai kuli di perkebunan dan 3 anak-anaknya yang masih kecil bernama:
1. Abdul Kholik usia 10 Tahun
2. Siti Nur Azizah usia 7 tahun
3. Abdul Malik usia 5 tahun
Harapan dari suami dan anak – anak serta keluarga Almarhumah agar jasad Sri Erni bisa dibawa pulang ke Sukabumi agar dapat dilakukan pemeriksaan di Indonesia untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Selain itu diminta perhatian dari pemerintah Indonesia tentang bagaimana nanti nasib dari anak-anak Almarhumah. Mereka sebagai generasi penerus bangsa menyadari bahwa sang ibu menjadi TKI di luar negeri karena lapangan pekerjaan yang layak tidak didapatkan dinegerinya sendiri. Itulah yang menyebabkan banyak rakyat kecil harus mencari kerja keluarga negeri sebagai TKI, sedangkan didalam pembukaan UUD 1945 tertulis amanah kepada negara wajib memberikan lapangan pekerjaan dan hidup layak bagi warga negaranya atau seluruh rakyat.
Sekjen Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran (KP-K&K) Suta Widhya SH berharap pemerintah membantu mengungkap kematian Sri. Menurutnya, bangsa ini tidak boleh direndahkan oleh bangsa lain. Pihaknya menunggu respon dari Presiden Republik Indonesia atas kematian TKI yang misterius ini.
“Kami dari KP-K&K meminta pemerintah bertanggungjawab melindungi seluruh tumpah air dan anak bangsa yang mendiami negeri sesuai dengan alinea ke-empat UUD 1945,” Tutup Suta, Sabtu(28/9) malam di Jakarta.
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Bagi calon TKI yang memilih jalur pemerintah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi dan mendaftar melalui situs resmi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sekarang…
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda. Sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname. Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis. Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa.
Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut.
*Lahir BNP2TKI*
Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.
Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans. Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI. Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI. Program penempatan TKI G to G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia.
*BNP2TKI Bertransformasi Menjadi BP2MI*
Pada 2017, keluarlah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan disusul Peraturan Presiden Nomor 90 tahun 2019 tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menunjuk BNP2TKI bertransformasi menjadi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai Badan yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia secara terpadu.
Di era baru BP2MI, arah kebijakan BP2MI memiliki tema besar pelindungan PMI yaitu Memerangi Sindikasi Pengiriman PMI Nonprosedural. Dengan Sasaran Strategis: meningkatnya pelindungan dan kesejahteraan PMI dan keluarganya, serta meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan Tujuan: Terwujudnya pelindungan PMI melalui penempatan PMI terampil dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan PMI dan keluarganya sebagai aset bangsa, serta terselenggaranya peningkatan tata kelola organisasi yang efisien, efektif, dan akuntabel.
Sejak pergantian mulai dari BNP2TI hingga BP2MI belum terlihat optimalisasi perlindungan hukum bagi para TKI. Seakan terjadi pengabaian terhadap nasib rakyat Indonesia yang dengan kesadaran sendiri ingin merubah nasib dengan bekerja di luar negeri.
Bekerja di luar negeri lebih menjanjikan dalam segi pendapatan, namun dengan resiko yang lebih tinggi (high risk). Jauh dari pantauan keluarga, lingkungan maupun aparat penegak hukum di tanah air.
Mestinya pemerintah sungguh-sungguh melindungi mereka. Dan kali ini TKI asal Pelabuhan Ratu membutuhkan kehadiran pemerintah dalam mengungkap kasus kematian Sri.
Menurut analisa KP-K&K ini permainan sindikat karena pemerintah sendiri sudah mengeluarkan larangan terkait hubungan TKI/PMI, jadi dapat dipastikan prosesnya terselubung, walaupun pemerintah bisa kita pertanyakan lemahnya/kurangnya pengawasan.
Adapun pihak yang harus bertanggung jawab :
1. Sponsor (perekrut)
2. Oknum PT yang menangani.
3. Agen diluar negeri
4. Majikan yang meminta TKI & membiayai perekrutan TKI
NARASUMBER PEWARTA: SUTA WIDYA SH. EDITOR RED: LIESNAEGHA.