BANDUNG BARAT, JABAR | Pada suatu waktu mendapat informasi dari seorang warga tentang rumah yang tidak layak huni di Desa Ciptagumati, Cikalongwetan, Bandung Barat, Jabar , Selasa,(14/01/2025).
Berdasarkan informasi awal, langsung dilakukan pengecekan oleh staf ke lokasi dimaksud.
Berdasarkan informasi visual yang dikirimkan, rumah dimaksud dalam kondisi yang sangat rapuh karena terbuat dari kayu yang sudah dimakan usia.
Untuk mempercepat langkah assessment terhadap informasi demikian, dilakukan pula koordinasi dengan kepala desa tempat rumah itu berdiri.
Hasil koordinasi dengan kepala desa, dibuat langkah cepat untuk segera memperbaikinya dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa.
Langkah cepat dilakukan dengan dilatari kondisi rumah yang sangat mengkhawatirkan, sehingga bila sewaktu-waktu roboh dapat menimbulkan korban dengan kerugian yang lebih besar lagi.
Penanganan rumah tidak layak huni (rutilahu) merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan peningkatan kualitas tempat tinggal warga, sehingga benar-benar layak untuk ditempati.
Langkah perbaikan dapat dilakukan secara menyeluruh (peremajaan) maupun sebagian (pemugaran/renovasi).
Sedikitnya terdapat tiga indikator penetapan rutilahu, yaitu terkait keselamatan bangunan, kesehatan penghuni rumah, serta kecukupan minimal luas bangunan.
Dengan kepemilikan rumah layak huni, setiap warga yang mendiaminya dapat hidup nyaman serta terjaga kesehatannya.
Menciptakan kondisi rumah demikian, harus menjadi perhatian serius bagi setiap pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pemerintah desa.
Keberadaan rutilahu pada satu daerah menjadi tantangan yang harus dicarikan solusinya, karena hal itu merepresentasikan rendahnya tingkat perekonomian warga yang menjadi pemiliknya.
Keberadaan rutilahu pada satu daerah, terutama di perdesaan menjadi sebuah tantangan tersendiri yang harus sesegera mungkin disikapi.
Kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan adalah dengan menerapkan intervensi perbaikan terhadap rutilahu dimaksud.
Penerapan kebijakan tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan kuantitas keberadaannya yang tidak jarang membuat miris setiap orang.
Penerapan kebijakan perbaikan rutilahu harus didasari oleh keberadaan data aktual.
Keberadaan data aktual tentang kondisi rutilahu menjadi informasi yang sangat penting, sehingga menjadi dasar intervensi perbaikan oleh pemerintah desa.
Bahkan informasi ini bisa pula disampaikan oleh pemerintah desa kepada para pemangku kepentingan di level atas.
Ketersampaian data pada pemerintahan level atas dilakukan dengan harapan agar data itu menjadi dasar pengucuran dana untuk perbaikan rutilahu.
Untuk mendapat data faktual, secara rutin pemerintah desa bersama para pemangku kepentingan lainnya harus terus melakukan asesmen terhadap keberadaan rutilahu pada daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
Asesmen dilakukan untuk memastikan tingkat kelayakan setiap rumah yang tergolong rutilahu, sehingga menjadi acuan penetapan prioritas perbaikan yang akan dilakukan.
Dalam regulasi tentang penganggaran, dana desa atau dana lainnya dimungkinkan digunakan oleh setiap pemerintah desa untuk perbaikan rutilahu.
Sekalipun demikian, ketersediaan dana yang bisa diarahkan guna perbaikan rutilahu ini memiliki keterbatasan, sehingga pemangku kepentingan di desa dimungkinkan hanya mampu mengintervensi sebagian kecil rutilahu.
Pada umumnya, ketersediaan anggaran yang digelontorkan pemerintah ke setiap desa serta kemampuan desa dalam menggali pendapatan asli desa tidak berbanding lurus dengan keberadaan rutilahu yang dihuni setiap warganya.
Data rutilahu yang ada dan terdokumentasikan oleh pemerintah desa tidak jarang melebihi pagu anggaran yang tersedia.
Dengan demikian, penetapan prioritas perbaikan rutilahu berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan pemerintah desa menjadi dasar kebijakan penetapan anggaran.
Selain itu, intervensi perbaikan rutilahu bisa juga dilakukan oleh pemerintah daerah dengan leading sektor OPD yang membawahi penataan perumahan rakyat.
OPD inilah yang harus terus bergerak untuk mencari potensi pendanaan yang dimungkinkan, sehingga dapat dimanfaatkan guna melakukan perbaikan rutilahu yang ada.
Potensi dana yang dapat diterapkan tentunya yang berasal dari anggaran pemerintah, baik dana transfer pemerintah pusat pada pemerintah daerah, maupun dana yang menjadi pendapatan asli daerah.
Dalam konteks ini, tidak pula memarginalisasikan keberadaan berbagai perusahaan yang ada pada setiap daerah.
Setiap perusahaan dimungkinkan melakukan intervensi perbaikan rutilahu dengan memanfaatkan ketersediaan dana Corporate Social Responsibiliti (CSR).
Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.
Sekalipun prosentase dana CSR setiap perusahaan pada setiap daerah tidak sama karena tergantung regulasi yang ditetapkan daerah, CSR bisa menjadi sandaran pendanaan dari program perbaikan rutilahu ini.
Pemanfaatan dana CSR menjadi sangat strategis karena dapat berkontribusi untuk melahirkan rumah layak huni bagi warga yang terkendala pada sisi ekonomi, terutama warga yang bertempat tinggal di sekitar perusahaan.
Mendorong peningkatan kuantitas perbaikan rutilahu merupakan langkah yang tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua entitas, tetapi harus dilakukan bersama oleh berbagai pemangku kepentingan.
Langkah kebersamaan harus dibangun sehingga akan lebih banyak rutilahu yang diintervensi melalui program perbaikan.
Sekalipun demikian, keakuratan data rutilahu yang disodorkan harus benar-benar akuntabel, data faktual sehingga pemangku kepentingan tidak salah dalam melakukan intervensi.
Narasumber Pewarta : Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)/ DasARSS IiNews Jabar. Editor Red: Egha.