Dadang A. Sapardan
(Kepala Bidang Pembinaan SD, Disdik Kab. Bandung Barat)
Beberapa kajian atas fenomena yang terjadi saat pelaksanaan belajar dari rumah (BdR) melalui pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) menggambarkan fenomena yang kurang menguntungkan. Fenomena yang dimaksud adalah peningkatan penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa siswa di tengah pelaksanaan BdR. Penyimpangan yang terjadi di antaranya mengarah pada degradasi karakter siswa.
Adakah yang salah dengan penerapan kebijakan pendidikan kita saat ini, dengan BdR dan PJJ sebagai pola antisipasi keterbatasan akibat pandemi Covid-19? Tentunya pertanyaan itu patut disampaikan karena fenomena degradasi karakter di kalangan siswa telah tersaji di depan mata. Sekalipun demikian, penggeneralisasian adanya kesalahan penerapan kebijakan pendidikan yang diterapkan tidak dapat serta-merta disimpulkan sebagai penyebabnya. Masih banyak pula keberhasilan yang diperlihatkan oleh siswa dari penerapan kebijakan pendidikan saat ini. Penyimpangan karakter tersebut masih bersifat kasuistis, tidak terjadi secara general pada cakupan yang luas.
Terkait dengan permasalahan di atas, langkah yang harus dilakukan adalah meninjau dan memperkuat kebijakan pendidikan pada setiap satuan pendidikan saat pembelajaran dilaksanakan dengan BdR melalui pola PJJ. Kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan terlalu berat sebelah, lebih menitikberatkan pada penguatan ranah kognitif (Pengetahuan), sehingga ranah afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) kurang mendapat sentuhan optimal setiap pendidik. Karena itu, langkah yang perlu dilakukan dengan segera adalah mencari formulasi pemasivan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai upaya menyentuh ranah afektif di tengah keterbatasan yang dihadapi.
Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan karakter ini didasari dengan pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sedangkan secara implementatif, penguatan pendidikan karakter secara teknis diatur melalui regulasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Kedua regulasi yang mendorong implementasi PPK tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai fenomena yang terjadi. Menempatkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai pondasi pembangunan bangsa. Menjadi upaya strategis dalam menekan terjadinya kondisi degradasi akhlak, moral, dan budi pekerti. Menghadapi dinamika kehidupan kekinian dan tantangan era global. Membangun generasi emas 2045 yang berdaya saing dan berjiwa Pancasila.
Pada regulasi tersebut diungkapkan secara tersurat bahwa PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Satuan pendidikan memiliki tugas untuk melakukan penumbuhkembangan 5 (lima) nilai-nilai utama karakter yaitu: religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama tersebut merupakan aktualisasi dari Pancasila, tiga pilar gerakan nasional revolusi mental, nilai-nilai kearifan lokal, serta tantangan masa depan bangsa Indonesia.
Dalam upaya penumbuhkembangan karakter terhadap setiap siswa melalui program PPK, satuan pendidikan dituntut untuk menerapkan tiga strategi implementasinya. Ketiga strategi tersebut yaitu PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya satuan pendidikan, serta PPK berbasis masyarakat.
Siswa yang dititipkan oleh setiap orang tuanya ke satuan pendidikan adalah karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Kepercayaan yang diberikan pada satuan pendidikan, sudah selayaknya dimanfaatkan dengan optimal melalui cara mendidik sebaik-baiknya, sehingga mereka akan bertumbuh menjadi generasi tangguh yang dapat berkiprah pada kehidupan masa depan mereka. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memberi penguatan kompetensi sikap melalui penguatan pendidikan karakter, selain tentunya penguatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Ketiga ranah tersebut harus mendapat sentuhan yang proporsional dari setiap satuan pendidikan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Penyadaran akan pentingnya perhatian optimal kepada siswa dari setiap satuan pendidikan perlu terus didorong. Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap anak yang tengah berada pada masa bertumbuh dan berkembang itu patut menjadi core dalam pola pendidikan yang diterapkan oleh satuan pendidikan. Mereka sedang berada pada moment penting dan terbaik dalam upaya pembentukan pondasi kehidupan masa depannya. Melalui kekuatan dan ketangguhan fondasi yang dimilikinya, mereka diharapkan akan bertumbuh menjadi generasi harapan masa depan sehingga dapat berkiprah dan berkontribusi positif dalam membangun bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik.
Pendidikan dan pembinaan terhadap siswa merupakan kewajiban semua pihak, dalam hal ini kewajiban tri pusat pendidikan—satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan dan pembinaan sepatutnya diarahkan pula pada upaya untuk membentuk mereka sehingga akan bertumbuh dan berkembang menjadi sosok berkualitas, yaitu sosok yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia, yaitu tampilan sosok profil pelajar Pancasila.
Dalam visi pendidikan Indonesia tersurat bahwa proses pendidikan mengarah pada mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Visi tersebut begitu sarat dengan muatan karakteryang harus dicapai oleh setiap siswa sebagai outcomes satuan pendidikan.
Upaya yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mencapai visi tersebut tidak akan berdampak signifikan, manakala tidak terbangunnya sinergitas di antara tripusat pendidikan. Sinergitas tripusat pendidikan sangatlah dituntut, agar penguatan karakter dapat diimplementasikan secara optimal terhadap setiap siswa. Karena itu, sudah selayaknya, satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat mensinergikan ide dan pemikiran untuk turut menumbuhkembangkan karakter siswa agar dapat mengkristal pada setiap siswa.
Implementasi PPK dengan keterbangunan sinergitas di antara tripusat pendidikan, merupakan langkah yang harus terus dilakukan dalam upaya penyiapan generasi masa depan bangsa. Implementasinya harus didasari dengan pemikiran bahwa pada masa mendatang, insan berkarakter baiklah yang dapat survive dalam menghadapi dinamika kehidupan.
Simpulan
Penerapan formulasi penguatan karakter dengan mengimplementasikan PPK secara masiv pada setiap satuan pendidikan merupakan langkah antisipasi yang harus segera dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan mendapat support dari pemerintah. Langkah ini perlu dilaksanakan secara optimal dengan harapan outcomes pendidikan kita akan benar-benar memiliki karakter positif yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia sehingga mereka bisa diandalkan dalam menyikapi kehidupan masa depannya.
Pemasivan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan satuan pendidikan sebagai inisiator untuk mengajak tripusat pendidikan lainnya, perlu dilakukan agar tampilan siswa menjadi outcomes pendidikan yang benar-benar optimal. Dalam konteks ini, tugas para pihak dalam tripusat pendidikan adalah bersinergi guna melahirkan generasi masa depan yang tangguh dan berkualitas. **** Disdikkbb-DasARSS.
Sumber: disdikkbb.org- Penulis: Dadang A. Sapardan-Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun Newsroom- Editor Redaksi: Liesna Ega