Suaramediaindonesia – Makassar, Dilansir dari Bloomberg pada Senin (19/4/2021) harga nikel pada bursa Shanghai, China sempat terkoreksi hingga 2,2 persen ke US$16.010 per metrik ton. Catatan tersebut merupakan posisi terendah nikel sejak 1 April lalu.
Sementara itu, harga nikel pada London Metal Exchange (LME) terpantau turun tipis 0,01 persen ke level US$16.363 per metrik ton. Secara year to date (ytd), harga komoditas ini telah terkoreksi sebesar 1,50 persen.
“Beberapa Negara Konsumen Nikel Ore masih menantikan pasokan besar dari negara- negara penghasil nikel termasuk dari Indonesia, Entah sampai kapan larangan ekspor nikel masih membelenggu nasib para Penambang Nikel Indonesia” Ujar Andi M. Irhong N
“Salah satu katalis negatif untuk pergerakan harga nikel adalah penghapusan moratorium untuk kontrak pertambangan nikel baru. Kebijakan ini disahkan oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte guna menambah pemasukan negara. Philipina memiliki salah satu sumber pemasukan dari hasil tambang nikel untuk negaranya, mengapa Indonesia menghentikan ekspor nikel, Nikel Indonesia untuk siapa?” Ucapnya di hadapan pers suara media Indonesia (Selasa, 20/04/2021)
“Mengingat kondisi perekonomian masyarakat di negara Indonesia semakin sulit akibat pandemi Covid 19 ini, mengapa pemerintah tidak memiliki alternatif lain seperti kembali membuka kran ekspor komoditas lain seperti biji besi, khususnya ekspor nikel ore dari pada hanya mengandalkan utang negara yang makin menumpuk di luar negeri sampai saat ini, apalagi negara makin membutuhkan banyak biaya untuk anggaran pembangunan infrastruktur tambahnya”
“Ketua Asosiasi Investor Indonesia Andi M. Irhong N menyarankan kepada Pemerintah Indonesia di era kepemimpinan Bapak Presiden Jokowi agar dapat memikirkan hal ini jika perlu diadakan pertemuan antara pemerintah dan pelaku tambang komoditas lainnya supaya perekonomian makin hidup kembali jangan ada pengecualian untuk mencapai keadilan ekonomi di Negeri ini” Ujarnya Tutup
Penulis: AM
Editor: Liesna Ega SMI