CIKALONGWETAN, BANDUNG BARAT| Beberapa waktu lalu sempat ngobrol santai di sela-sela istirahat kegiatan. Obrolan mengarah pada fenomena yang terjadi dalam kaitan pemberian pelayanan dari birokrasi pemerintahan terhadap masyarakat.
Berbagai pengalaman menarik dalam pemberian pelayanan terungkap dalam obrolan tersebut. Pengalaman dari pemberian pelayanan yang bernuansa KKN hingga pelayanan yang benar-benar didasari dorongan sebagai bagian dari kewajiban atas posisi yang dipegangnya. Pemberian pelayanan dari elemen birokrasi selama ini masih distigmaisasi kurang baik.
Dalam pemberian pelayanan, masih ditemukan pemosisian masyarakat pada level inferior sedangkan elemen birokrasi dalam level superior. Fenomena demikian, tidaklah banyak tetapi harus terus dikikis untuk dinihilkan.
Pemerintahan merupakan lembaga eksekutif yang bertugas mengeksekusi berbagai kebijakan yang telah dirancang dan disahkan oleh lembaga legislatif. Sebagai pengeksekusi berbagai kebijakan, salah satu core yang menjadi tugas pokok pemerintah adalah pemberian pelayanan secara optimal terhadap masyarakat yang berada di bawah naungannya.
Dalam kapasitas sebagai pemberi pelayanan, setiap elemen pada birokrasi pemerintahan—terutama sosok yang berhubungan langsung dengan masyarakat—terposisikan pada garis depan (garda) pelayanan. Mereka menjadi refleksi dari tampilan kualitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga dimaksud. Melalui layanan merekalah, akan terbangun tingkat kepuasan masyarakat.
Pemerintah dituntut untuk dapat menampilkan setiap setiap staf sebagai sosok yang sesuai dengan kebutuhan kekinian. Setiap staf dari level pucuk pimpinan sampai level bawah dituntut menjadi sosok tangguh yang dapat diandalkan dalam menghadapi fenomena kehidupan saat ini. Pada era global ini, mereka harus menjadi sosok yang linier dengan kebutuhan kekinian. Mereka harus mampu menjalankan roda birokrasi pemerintahan yang yang melayani.
Setiap ASN harus menjadi sosok BerAKHLAK sebagai core value ASN. BerAKHLAK yang menjadi tuntutan pemerintah terhadap setiap ASN, merupakan akronim dari Berorientasi pelayanan, akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, serta Kolaboratif. Upaya melahirkan core value demikian, ditopang dengan lahirnya employer branding, Bangga Melayani Bangsa.
Sebagai lembaga yang menaungi setiap ASN, pemerintah memiliki tanggung jawab moral untuk dapat menampilkan ASN yang sesuai dengan kebutuhan zaman, yaitu ASN yang mampu melayani. Mereka harus menjadi sosok pemberi pelayanan optimal terhadap masyarakat. Untuk mencapai core value dan employer branding dimaksud bukanlah perkara mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan. Berbagai langkah harus diterapkan oleh para pemangku kepentingan.
Berkenaan dengan tampilan profil demikian, tentunya tuntutan tidak dimaksudkan kepada ASN semata, tetapi dimaksudkan pula bagi seluruh personal pada elemen birokrasi pemerintahan. Semuanya, tanpa terkecuali dituntut memiliki profil demikian. Dalam upaya tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melaksanakan self assessment. Dengan langkah demikian, mereka akan memiliki base line kepemilikan profil secara personal, maupun secara kolektif. Hasil self assessment dalam bentuk base line tersebut dapat dijadikan rujukan dasar untuk penguatan terhadap profil yang sesuai kebutuhan dan perbaikan terhadap profil yang belum sesuai dengan harapan.
Untuk mendapatkan base line dimaksud tidak hanya mengandalkan dorongan internal dari mereka, tetapi harus disuport oleh pimpinan dari setiap lembaga birokrasi. Melalui kekuatan pengaruh pimpinan, dimungkinkan diperoleh base line kolektif yang menggambarkan potret nyata seluruh elemen pada lembaga dimaksud. Dengan perolehan base line sebagai data dasarnya, pimpinan lembaga akan dapat menyusun program kolektif guna mentreatment berbagai kelemahan yang dimiliki setiap ASN dan non-ASN di bawah naungannya.
Upaya melakukan perubahan, tidaklah bisa menyandarkan diri terhadap inisiatif yang datang dari mereka. Sesuai dengan fitrah kemanusiaan, dimungkinkan masih ada sosok yang tidak mau dan tidak mampu berubah guna menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian. Keengganan biasanya dibarengi dengan berbagai alasan. Sosok inilah—selain tentunya sosok lain pun—yang harus diintervensi dengan kebijakan setiap pimpinan melalui penerapan treatment yang sesuai dengan kebutuhan.
Harapan untuk dapat merealisasikan core value dan employer branding dimaksud tidaklah dapat ditopang dengan semangat semata, tapi harus dibuat political will dari setiap pemangku kepentingan, terutama pimpinan lembaga birokrasi yang menaungi setiap ASN dan non-ASN.
Narasumber : H. Dadang A. Sapardan, M.Pd(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat Pewarta: DaSarr . Editor Red : Liesnaega.