Suaramediaindonesia.com | Minggu, 30 Januari 2022.
Bandarlampung | Direktur LBH Chandra Bangkit Saputra, Terjadinya dugaan intimidasi dan pengusiran terhadap dua wartawan di BPN Bandarlampung, Koalisi Pembela Kebebasan Pers Lampung mempertanyakan apakah masih ada kemerdekaan pers di Lampung.
“Kami mempertanyakan apakah benar UU Pers itu ada dan berlaku di Lampung,” kata Direktur LBH Chandra Bangkit Saputra usai menyerahkan legal opinion ke Polresta Bandarlampung, Jumat (28/1/2022), pukul 13.00 WIB.
“Ini adalah momentum apakah benar Undang Undang Pers itu ada dan apakah benar Undang Undang Pers itu berlaku di Lampung,” tanyanya.
Oleh karena itu, Koalisi Pembela Kebebasan Pers Lampung mendorong agar ada penegakan hukum yang jelas, pasti, dan berkeadilan untuk korban.
Puluhan wartawan ikut menyerahkan pendapat hukumnya sebagai bentuk solidaritas penegakkan kemerdekaan pers di Lampung. Semoga menjadi landasan bagi tercapainya cita-cita berkeadilan, katanya.
Koalisi Pembela Kebebasan Pers bersama Lembaga Civil Socity fokus penegakkan hak asasi manusia (HAM), demokrasi serta kebebasan pers terdiri dari advokat dan jurnalis.
Lembaga yang tergabung dalam koalisi ini adalah Lampung (Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Lampung, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Lampung, LBH PERS Lampung).
Masalah ini berawal dari terjadinya dugaan tindak pidana terhadap kemerdekaan pers yang dialami wartawan Salda Andala (Surat Kabar Lampung Post) dan Dedi Kapriyanto (Lampung TV) di pelataran Kantor BPN Kota Bandarlampung, Senin (24/1/2022).
Peristiwa tersebut terjadi pada saat kedua jurnalis (korban) sedang meliput peristiwa masyarakat yang hendak mencari informasi tentang penerbitan SHM di Kantor BPN Kota Bandarlampung, pukul 12.00 WIB.
Ketika sedang mengambil gambar atas terjadinya peristiwa tersebut, keduanya diduga mengalami tindak pidana dari tiga pengamanan Kantor BPN Kota Bandarlampung dengan cara mempertanyakan izin peliputan dan ada indikasi gerakan ingin merebut alat kerja kedua jurnalis.
Akibat peristiwa tersebut dari segi pekerjaan sebagai wartawan kehilangan momen (baik berupa gambar maupun rekaman) dalam peliputan yang nantinya akan dipergunakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan mengakibatkan trauma (terancam).
Salda Andala dan Dedi Kapriyanto lalu membuat laporan ke Polresta Bandarlampung dengan nomor polisi: LP /B/ 200/ I/2022/ SPKT/ POLRESTABANDAR LAMPUNG/POLDALAMPUNG tertanggal 25 Januari 2022.
Berdasarkan uraian fakta ini, analisis yuridisnya Pasal 18, ayat (1) Jo pasal 4 UU Pers No. 40 Tahun 1999. Pasal tersebut menjadi dasar laporan dugaan tindak pidana.
Isinya, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Koalisi juga mempertegas tentang ketentuan Pasal 18 ayat (1) Jo Pasal 4 adalah merupakan delik biasa, bukan delik aduan, sehingga terus dan tidaknya proses penyidikan tidak tergantung oleh pencabutan laporan dalam delik biasa,
Siapa saja bisa melakukan pelaporan terjadinya tindak pidana, meskipun dalam hal ini korban/pelapor mencabut laporan perkara jalan terus.
Koalisi juga percaya slogan Polri Presisi bukan hanya slogan belaka sehingga mendorong penegakan hukum yang prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan terhadap laporan polisi : LP /B/ 200/ I/2022/ SPKT/ POLRESTABANDAR LAMPUNG/POLDA LAMPUNG.
Koalosi mendorong Polresta Bandarlampung untuk ikut berperan serta dalam hal memutus matarantai kekerasan terhadap jurnalis dan ikut serta menyosialisasikan tentang kebebasan pers.
Narasumber : Rilis LBH Pers Provinsi Lampung. Pewarta : Agus JB. Editor Red : Liesna Ega.